Polisi Lamban Tangkap Peneror Pilpres

Minggu, 08 Juni 2014 – 12:41 WIB
Polisi Lamban Tangkap Peneror Pilpres. JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA -- Selama 18 hari terakhir, sudah terjadi delapan peristiwa kekerasan dan ancaman kekerasan yang mewarnai proses pemilihan presiden 2014. Situasi ini tentu menguatkan dugaan bahwa jelang pesta demokrasi itu terlihat makin rawan.

Namun, aparat Kepolisian terlihat tak fokus. Hal itu dibuktikan dengan kerja yang belum membuahkan hasil dari delapan perstiwan tersebut.

BACA JUGA: Terkait Kasus Babinsa, TNI AD Hukum Dua Prajuritnya

"Ironisnya Polri tidak bekerja maksimal dalam memburu para pelaku, sehingga dari delapan peristiwa hanya satu tersangka yang tertangkap," kritik Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane, Minggu (8/6).

IPW menyayangkan sikap lamban Polri dalam menangkap para pelaku kekerasan ini. Akibatnya, para pelaku seakan mendapat angin untuk kembali melakukan kekerasan baru. "Sehingga, aksi kekerasan terus berlanjut dan terbiarkan," tegasnya.

BACA JUGA: Prabowo Ternyata Hobi Membaca Buku

Ia mencontohkan, dalam kasus penyerangan dan pengeroyokan terhadap relawan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusung koalisi pimpinan PDI Perjuangan Joko Widodo - Jusuf Kalla.

Dalam peristiwa yang menimpa Julius, Ketua Sahabat Jokowi - JK Yogyakarta pada 29 Mei 2014, itu dari delapan pelaku, baru satu yang berhasil ditangkap polisi. "Sedangkan tujuh lainnya masih dibiarkan bergentayangan," ujarnya.

BACA JUGA: JK: Berita Sehat Adalah yang Seimbang

Sampai kemudian terjadi lagi aksi pelemparan bom molotov ke rumah Husen, Ketua Relawan Keluarga Nusantara Jokowi-JK di Yogyakarta pada 7 Juni 2014.

Aksi kekerasan tidak hanya terjadi pada kubu Jokowi-JK, pada 20 Mei 2014 seorang pengawal Prabowo dipukul seseorang saat acara pendaftaran capres-cawapres di KPU.

Lalu pada 7 Juni 2014 Rumah Polonia, Jakarta Timur, yang menjadi markas besar pemenangan pasangan capres dan cawapres yang dipimpin koalisi Partai Gerindra, Prabowo Subianto - Hatta Rajasa diancam akan dibom.

Polri diharapkan bekerja keras untuk mengungkap aksi-aksi kekerasan ini. Agar, lanjutnya, masyarakat bisa tenang dan tidak terjebak dalam sikap saling mencurigai, apakah aksi kekerasan itu hanya sebuah rekayasa. Ataupun, kata dia, benar-benar terjadi dilakukan lawan politiknya atau dilakukan pihak tertentu untuk mengacaukan pilpres 2014.

"Aura panas yang diwarnai kekerasan ini tidak boleh dibiarkan," tegasnya.

Neta mengatakan Pilpres 2014 harus benar-benar bisa dijaga dan dikawal Polri dengan aman dan damai. Untuk itu Kapolri perlu memerintahkan para Kapolda yang di wilayahnya terjadi kekerasan dan ancaman kekerasan agar segera menangkap pelakunya.

"Kapolda dan Kapolres yang tidak mampu harus segera dicopot, sebelum proses pilpres 2014 menjadi malapetaka penuh konflik," katanya.

Seperti di Yogyakarta yang kekerasan terus berulang dan Polri tidak berdaya menangkap pelakunya, Kapolri perlu segera mengganti Kapolda maupun Kapolresnya. "Jogja adalah kota budaya tentu sangat ironis jika di kota itu terus menerus terjadi aksi kekerasan," pungkasnya. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Budayawan Anggap Prabowo Jadi Korban Jenderal Pendendam


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler