Polisi Ungkap Modus Bapak dan Anak Pemilik Ponpes Mencabuli Santriwati, Ya Ampun

Sabtu, 23 Maret 2024 – 11:09 WIB
Ilustrasi kasus pencabulan santriwati. Foto: Ilustrasi/Ricardo/JPNN com

jpnn.com, TRENGGALEK - Tim penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Satreskrim Polres Trenggalek, Jawa Timur menyebut bapak dan anak pengasuh pondok pesantren yang jadi tersangka pencabulan santriwati telah beraksi sejak tahun 2021.

Menurut Kepala Satreskrim Polres Trenggalek AKP Zainul Abdin, santri perempuan korban pencabulan diperkirakan lebih empat orang.

BACA JUGA: Oknum Pengacara di Kota Palu Diduga Terlibat Kasus Pencabulan Anak

"Mungkin belasan karena menurut pengakuan kedua tersangka, aksi cabul telah dilakukan sejak 2021 hingga 2024," ujarnya di Mapolres Trenggalek, Jumat (22/3).

Zainul juga mengatakan bahwa antara kedua pelaku juga tidak saling tahu bahwa mereka sama-sama melakukan pencabulan terhadap para santriwati.

BACA JUGA: Bapak dan Anak Pemilik Ponpes Diduga Cabuli Belasan Santri, Sontoloyo

Sejauh ini penyidik telah mengorek sejumlah keterangan penting dari kedua pelaku yang berstatus bapak-anak, sekaligus pemilik dan pengasuh ponpes di Kecamatan Karangan.

Salah satu yang menonjol dari keterangan mereka adalah tentang modus pencabulan yang dilakukan keduanya.

BACA JUGA: NasDem Tunggu Momen Ini untuk Merapat ke Kubu Prabowo?

Tersangka M (72) yang merupakan pemilik sekaligus pengasuh ponpes mencabuli sejumlah santriwatinya dengan iming-iming uang mulai Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu.

Sementara itu, tersangka F (37) melakukan pencabulan dengan modus menyuruh santriwati membersihkan kamar tidurnya.

"Bapaknya (mencabuli santriwati) dengan iming-iming imbalan uang, anaknya memakai modus meminta santri untuk masuk ke kamar dengan dalih membersihkan kamar. Ada juga yang disuruh membersihkan ruang tamu," tutur Zainul.

Dari hasil pemeriksaan terhadap kedua tersangka maupun para korban, tindakan pencabulan itu dilakukan berbeda pada masing-masing korban.

Ada korban yang mengalami pencabulan berulang, ada yang mengalami pelecehan sekali.

Hingga kini polisi sudah meminta keterangan dari 10 orang santriwati dari total korban yang ditengarai berjumlah 12 orang santri perempuan.

"Tinggal dua orang karena rumahnya jauh dari pusat kota sehingga butuh waktu untuk komunikasi. Untuk yang lainnya sudah mendapatkan pendampingan dari dinas sosial," ujarnya.

Kedua tersangka akan dijerat dengan pasal berlapis, yakni UU Perlindungan Anak, UU Penghapusan Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan KUHP dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara ditambah sepertiga hukuman karena merupakan seorang tenaga pendidik.

"Kalau kaitannya dengan Undang-Undang Perlindungan Anak itu (hukumannya) minimal 5 tahun, kemudian maksimal 15 tahun, Kemudian Undang-Undang Penghapusan Tindak Pidana Kekerasan Seksual itu maksimal 12 tahun dan pasal KUHP itu tujuh tahun," katanya.

Kasus kejahatan seksual di lingkungan pondok pesantren di Kecamatan Karangan, Trenggalek, ini diusut polisi setelah empat orang santriwati melaporkan anak dan pemilik ponpes ke Polres Trenggalek atas dugaan tindak pencabulan.

Tindak asusila itu ditengarai terjadi sejak tahun 2021 hingga 2024.(ant/jpnn.com)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler