Polisi Usut Dugaan Perbudakan Modern di Rumah Bupati Langkat

Selasa, 25 Januari 2022 – 12:12 WIB
Kepala Bidang Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi. Foto: Finta Rahyuni/JPNN.com

jpnn.com, MEDAN - Polda Sumatra Utara masih terus mendalami terkait kerangkeng manusia yang berada di lahan belakang rumah pribadi Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin.

Termasuk, soal dugaan perbudakan modern yang diduga dilakukan oleh politikus Partai Golkar itu.

BACA JUGA: Irjen Panca Putra Ungkap Fakta Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Tak Disangka

"Segala informasi, dugaan dan sebagainya terus dilakukan pendalaman oleh penyidik dari Polda bekerjasama dengan BNNK, karena ada menyebut itu sebagai tempat rehabilitasi. Itu yang terus kami dalami," kata Kepala Bidang Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi, Selasa (25/1).

Mantan Kapolres Biak, Papua itu menyebut pihaknya telah meminta keterangan dua orang penjaga di rumah Terbit Rencana Perangin Angin, untuk mendalami kasus tersebut.

BACA JUGA: Duel Berdarah SU dengan MJT, Sama-Sama Pakai Parang, Ada yang Mati

Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, kerangkeng manusia yang dibangun di kediaman Terbit itu sudah berdiri sejak tahun 2012 lalu.

Namun, hingga kini kerangkeng itu belum memiliki izin resmi sebagai tempat rehabilitasi pecandu narkoba.

BACA JUGA: Selesai Mandi, Ibu Muda Duduk di Depan Rumah, Al Datang dan Langsung Berbuat Begitu

"Ada dua orang yang sedang didalami," kata Hadi.

Sebelumnya, Lembaga swadaya pemerhati buruh migran, Migrant CARE telah melaporkan kerangkeng manusia milik Terbit itu ke Komnas HAM.

Laporan itu terkait dengan dugaan perbudakan modern yang diduga dilakukan oleh Terbit Rencana Perangin Angin.

Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant CARE Anis Hidayah menyebut setidaknya ada tujuh dugaan perlakuan kejam dan tak manusiawi terhadap para pekerja sawit yang dikerangkeng di rumah tersebut.

Pertama, di lahan belakang rumah Bupati Langkat ditemukan ada kerangkeng manusia yang menyamai penjara yang dijadikan kerangkeng untuk para pekerja sawit di ladangnya.

Kedua, ada dua sel di dalam rumah Bupati yang digunakan untuk memenjarakan para pekerja setelah mereka bekerja.

"Ketiga, para pekerja yang dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya, sering menerima penyiksaan, dipukuli sampai lembam-lebam dan sebagian mengalami luka-luka," kata Anis dalam keterangan tertulisnya, Senin (24/1).

Keempat, kata Anis, para pekerja tersebut dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya selama 10 jam, mulai jam 08.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB.

Kelima, setelah bekerja, mereka kembali dimasukkan ke dalam kerangkeng dan tidak punya akses kemana-mana. Keenam, setiap hari para pekerja hanya diberi makan dua kali sehari.

"Ketujuh, selama bekerja mereka tidak pernah menerima gaji," ujarnya.

Atas temuan ini, Migrant CARE menilai yang dilakukan oleh Terbit Rencana Perangin Angin sudah bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).

"Kami menilai bahwa itu jelas bertentangan dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip pekerjaan layak yang berbasis HAM, prinsip anti penyiksaan," sebut Anis.

Atas situasi tersebut, Migrant CARE meminta kepada Komnas HAM untuk melakukan langkah-langkah konkret sesuai kewenangannya guna mengusut tuntas praktik pelanggaran HAM tersebut. (mcr22/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur : Rah Mahatma Sakti
Reporter : Finta Rahyuni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler