Polisi yang Tembak Mati Warga Seruyan Divonis 10 Bulan Penjara, LBH Palangka Raya: Aneh

Selasa, 11 Juni 2024 – 07:41 WIB
Ilustrasi oknum polisi terkait kasus penembakan di Seruyan. Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, PALANGKA RAYA - Seorang polisi berinisial Iptu ATW, anggota Polda Kalimantan Tengah (Kalteng) yang tembak mati warga Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, divonis 10 bulan penjara.

Vonis tersebut diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palangka Raya, setelah sebelumnya terdakwa dituntut hukuman 1 tahun penjara.

BACA JUGA: 1 Warga Tewas saat Bentrok dengan Polisi di Seruyan, Sahroni: Usut dengan Transparan

Hakim Ketua M Affan membacakan putusan majelis hakim memvonis terdakwa ATW karena kelalaian yang bersangkutan sehingga mengakibatkan korban Gijik meninggal dunia dan rekannya Taufik mengalami luka berat.

"Majelis hakim menyatakan terdakwa bersalah karena kelalaiannya sehingga menyebabkan orang lain meninggal dunia dan luka berat serta menjatuhkan pidana selama 10 bulan penjara," kata Affan saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Palangka Raya, Senin (10/6).

BACA JUGA: Bos Rental Mobil Tewas Dikeroyok di Pati, Ini 3 Tersangkanya

Hasil vonis dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palangka Raya tersebut akan dikurangi masa tahanan terdakwa selama oknum polisi menjalani masa penahanan.

Jaksa Penuntut Umum maupun kuasa hukum terdakwa memutuskan untuk berfikir dahulu sebelum mengajukan banding atas vonis terhadap terdakwa.

BACA JUGA: Polwan Bakar Suami yang Suka Judi, Analisis Reza Menyentil Polri

Sementara itu, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya Nugroho menilai putusan tersebut memang tidak mengagetkan. Sebab, sejak awal ketika kasus penembakan tersebut diumumkan Polda Kalteng, tersangka dijerat dengan Pasal 351, 359 dan 360 KUHPidana.

Pasal itu juga digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalteng sebagai dakwaan.

"Tentunya kami tidak kaget dengan vonis tersebut," ujar Nugroho di Palangka Raya, kemarin.

Dia menyebut LBH Palangka Raya dan koalisi sebelumnya telah mengirimkan surat kepada Kejati Kalteng untuk memasukan Pasal 340 Jo 338 KUHPidana.

Pasal itu perlu dimasukkan karena mereka yakin terdakwa Iptu ATW melakukan penembakan dengan sengaja.

"Hal ini terungkap dalam fakta persidangan serta diakui oleh terdakwa. Namun surat kami tersebut tidak digubris oleh pihak Kejaksaan," kata dia dalam rilis resminya.

Nugroho juga menilai dalam perkara tersebut, proses pembacaan tuntutan lebih membuat terang penanganan kasus tersebut, di mana JPU hanya menuntut terdakwa satu tahun penjara.

Menurut dia, jaksa dalam kasus itu tidak ubahnya seperti Penasihat Hukum/Pembela terdakwa karena dalam dalil tuntutan menyatakan pihak keluarga korban telah menerima santunan Rp 70 juta hingga Rp 100 juta dan telah ada sidang adat sehingga terdakwa dituntut hanya satu tahun.

"Memang aneh bin ajaib, karena faktanya santunan tersebut bukan dari terdakwa namun dari pihak lain. Lebih saktinya lagi, pertimbangan soal santunan juga digunakan oleh Majelis Hakim untuk memvonis terdakwa 10 bulan penjara lebih rendah dari tuntutan Jaksa," tutur Nugroho.

Berdasarkan pantauan di lapangan seusai persidangan, di luar ruang sidang, massa dan keluarga almarhum Gijik berteriak saat terdakwa keluar dari ruangan pengadilan dengan meneriakkan 'pembunuh-pembunuh'.

Suasana di luar siding sempat tegang, tetapi aksi itu berakhir aman terkendali serta tidak ada gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) lainnya.(ant/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler