Politik Dinasti: Anak, Bapak, Istri, Keponakan, Semua jadi Caleg

Kamis, 21 Maret 2019 – 08:35 WIB
Sejumlah alat peraga kampanye para caleg di simpang jalan KH. Abdulah Bin Nuh Kota Bogor. Foto: Hendinovian /Radar Bogor

jpnn.com, JAKARTA - Politik dinasti masih mewarnai kontestasi Pemilu 17 April 2019. Sebagian caleg yang maju dalam pesta demokrasi itu berasal dari lingkaran keluarga tertentu.

Ketua DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalteng, Jhon Krisli mengatakan, hal tersebut menjadi ancaman untuk sistem politik dan lembaga legislatif ke depannya.

BACA JUGA: Elektabilitas Perindo Melesat, Hary Tanoe: Saat Ini 5,5 Persen

”Politik dinasti memang mewarnai ajang pemilihan legislatif tahun ini. Ada yang satu keluarga jadi caleg, mulai anak, bapak, istri, dan keponakan. Hal semacam ini merupakan preseden buruk dunia politik, khususnya di Kotim,” kata Jhon Krisli.

Jhon menuturkan, caleg yang berasal dari kalangan keluarga politikus yang mendominasi dalam satu partai politik memang tidak dilarang. Namun, secara etika perpolitikan, hal itu sangat tidak elok. Hal itu memperlihatkan kegagalan partai politik melakukan kaderisasi hingga menjaring caleg berkualitas.

BACA JUGA: Kunjungi KPU Mimika, Komarudin Watubun Sampaikan Pesan Penting

BACA JUGA: BPN Prabowo – Sandi Ungkap Hasil Survei Internal, Angkanya Mana Bro?

Menurutnya, caleg yang berasal dari satu keluarga mulai di tingkat DPRD kabupaten hingga provinsi, menjadi ancaman kurang baik apabila mereka semua duduk di lembaga legislatif. Kondisi demikian rentan terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

BACA JUGA: Perindo Tancap Gas Kejar 70 Kursi DPR

”Yang jelas, kalau lembaga disii banyak kerabat tentunya kurang baik. Rentan terjadi kolusi nantinya. Kebijakan lembaga sangat mungkin tidak akan diambil secara fair,” tutur Jhon.

Jhon khawatir periode yang akan datang DPRD akan diisi orang yang tidak berkompeten. Padahal, lembaga itu memiliki fungsi anggaran, pengawasan, hingga legislasi.

”Lembaga DPRD wajib diisi orang yang mumpuni dan memiliki kapasitas dan kapabilitas. Sebab, yang mereka awasi orang eksekutif dan merupakan orang pintar semua. Masa kemampuan pengawasnya di bawah yang diawasi? Pemerintahan tidak akan berjalan seimbang,” ujarnya.

Menurutnya, ketika DPRD diisi orang yang tidak kompeten, merupakan kesalahan masyarakat yang memilih. Mereka tidak melihat dan menilai melalui kemampuan hingga rekam jejaknya.

BACA JUGA: Antusiasme Masyarakat Sambut Jokowi tak seperti Pilpres 2014

Karena itu, kata Jhon, Pemilu 2019 harus memperhatikan caleg yang berkualitas agar lembaga tersebut diisi orang yang berkualitas pula.

”Pada prinsipnya harus cermati rekam jejaknya, mampu atau tidak. Bisa atau tidak nanti menjadi penyambung aspirasi ketika duduk di lembaga. Itu harus jadi pertimbangan, jangan asal pilih begitu saja,” tandasnya. (ang/ign)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hary Tanoe: Perindo Siapkan Saksi di Seluruh TPS


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler