jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Golongkan Karya (Golkar) Nurul Arifin menegaskan partainya akan mengusung ketua umumnya sebagai Capres dalam Pilpres 2024, meski Airlangga tidak masuk dalam kategori kandidat populer berdasarkan hasil survei.
“Pertama saya mengoreksi mengenai kabar banyak Capres dari Golkar. Calon presiden dari Golkar cuma satu, yaitu Airlangga Hartarto. Jadi, sesuai dengan keputusan Munas, kami konsisten mengusung Airlangga Hartarto. Saya juga sedikit bingung kalau ada orang yang terpukau dengan popularitas sementara kapabilitas dan kompetensinya tidak dilihat,” kata Nurul, kemarin.
BACA JUGA: 8 Parpol Tolak Proporsional Tertutup, BRIN: Golkar Menunjukkan Peran
Nurul mengatakan semestinya rekam jejak yang dipakai sebagai penilaian.
Dia menyebut Golkar tidak terpengaruh dengan hasil survei dalam menentukan capres tersebut.
BACA JUGA: Ridwal Kamil Kader Kosgoro 1957, Otomatis Bagian dari Golkar
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komaruddin menilai pandangan Nurul tersebut perlu didukung dengan kondisi pemilih yang rasional.
Kang Ujang mengatakan perlu kerja keras dalam upaya meningkatkan literasi pemilih agar mampu melihat kapabilitas dan komptensi dari para kandidat.
BACA JUGA: Di Pertemuan Elite Parpol Parlemen, Zulhas Lontarkan Guyon Soal Golkar
Menurut Kang Ujang, pemilih Indonesia bisa dikategorikan menjadi pemilih rasional yang mendasarkan pada visi-misi, program, kinerja, rekan jejak, gagasan, dan catatan baik dari kandidat.
"Pemilih rasional akan meningkat ketika politik gagasan mengemuka. Ketika politik Indonesia sudah mulai mengedepankan adu program, adu gagasan, maka pemilu akan menghadirkan politik ide dan gagasan sehingga pemilih rasional akan lebih menonjol menguat," tegas Ujang, Senin (16/1/2023).
Namun, kalau selama ini pemilih masih emosional dan dimobilisasi, maka rasionalitas akan terbelakang. Tidak akan menjadi prioritas.
Sedangkan di sisi lain, ada pula pemilih emosional akan menjatuhkan pilihan berlandaskan kedekatan, kharismatik, ataupun hubungan keluarga.
“Pemilih kita ini anggap bagi dua. Pemilih yang rasional, juga pemilih yang emosional. Mudahnya seperti itu,” ujar akademisi Universitas Al Azhar Indonesia itu.
Selain itu, ada pemilih dimobilisasi. Pemilih jenis itu hanya akan peduli pada pemberian. Bagi mereka, janji, visi-misi, gagasan adalah sekadar bohong, bual-bualan saja. Yang dipilih ialah yang memberikan sesuatu.
“Pemilih juga ada, istilah saya, dimobilisasi atau dibeli. Nah, pemilih kita ini masih banyak yang dibeli. Dimobilisasi lalu dibeli," tegasnya.
Menurut Ujang, mayoritas pemilih yang belum rasional juga menjadi penyebab maraknya politik uang, money politics. Masyarakat Indonesia juga belum memilih berdasarkan visi misi, ide gagasan,dan program, tetapi lebih parah lagi dimobilisasi.
"Karena itulah pemilu kita banyak money politics yang TSM (terstruktur, sistimatus, masif) dan itu terjadi pada setiap pemilu secara terus-menerus. Bahkan 2024 juga akan semakin masif," katanya.
Pertimbangkan Cawapres
Pengamat Politik dari Universitas Trunojoyo Madura Surokim Abdussalam mengatakan adalah sebuah kebanggaan bagi Partai Golkar mengusung Ketua Umum Airlangga Hartarto sebagai Calon Presiden di Pemilu 2024.
“Golkar memang sudah seharusnya begitu, harus fight mengusung ketum untuk maju capres atau cawapres. Paling tidak itu akan menguatkan kebanggaan kader dan juga internal golkar serta memperbesar coattail effect,” ujar Surokim, Senin (16/1).
Jika bicara tentang elektabilitas, dia pun mengingatkan akan pengalaman dan rekam jejak tokoh yang akan maju di Pilpres 2024.
“Sebagai Menko Perekonomian saya pikir modal Pak Airlangga cukup impresif dan kinerjanya bagus. Saya pikir untuk posisi cawapres, Pak Airlangga masih kompetitif,” sebut pria yang juga merupakan peneliti senior di Surabaya Survey Center (SSC) ini.
Golkar sendiri merupakan partai ketiga terbesar di Indonesia. Suaranya cukup besar untuk mendukung Ketum mereka maju sebagai Capres. Namun memang kata dia, perlu dipertimbangkan posisi Cawapres.
“Jika melihat elektabilitas pak Airlangga memang tidak cukup kompetitif untuk capres, jadi mungkin ikhtiarnya bisa di geser untuk bersaing di posisi cawapres,” ujar Surokim.(fri/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Friederich Batari