jpnn.com - JAKARTA - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengatakan politik uang dalam pemilu legislatif 9 April lalu merupakan kelanjutan dari politik uang di pilkada. Ia bahkan yakin politik uang akan semakin menjadi-jadi di pemilu presiden (pilpres) Juli nanti.
"Politik uang itu bermula dari pilkada dan berlanjut ke pemilu legislatif," kata Titi di gedung MPR, komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (5/5).
BACA JUGA: PD Yakin Hasil Rekapitulasi KPU Bakal di Luar Dugaan
Jika fenomena politik uang ini menjalar ke pilpres 9 Juli nanti maka akibat yang bakal ditanggung akan lebih buruk lagi. Menurutnya, pemerintah, DPR dan seluruh jajaran penyelenggara pemilu harus segera menyikapinya.
Titi pun menyoroti keberadaan Undang-Undang nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu. Menurutnya, UU itu disahkan dalam paripurna DPR setelah dua hari dua malam DPR bersidang.
BACA JUGA: KPU Kedodoran Rekap Suara, Pemerintah Disarankan Siapkan Perppu
“Dalam pembahasan, terlihat sekali aroma transaksional. Masing-masing fraksi orientasi dapat apa dan tidak pernah dipikirkan apa yang akan terjadi di masyarakat jika UU tersebut diberlakukan," ungkapnya.
Ditegaskannya, banyak riset menemukan sistem pemilu proporsional terbuka cenderung menyuburkan korupsi di antara pemilih, caleg maupun penyelenggara pemilu. "Satu-satunya opsi yang mungkin diambil adalah sistem pemilu proporsional tertutup dengan mewajibkan semua parpol menyelenggarakan pemilu internal untuk menetapkan calegnya," ujar Titi.(fas/jpnn)
BACA JUGA: Galang Pemuda Golput untuk Dukung Prabowo-Hatta
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPU Riau tak Siap, Pengesahan Rekapitulasi Ditunda Lagi
Redaktur : Tim Redaksi