jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai utang bank-bank BUMN alias bank pelat merah di tengah ancaman resesi yang membayangi perekonomian nasional.
Politikus Gerindra ini mengatakan bahwa laporan dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan bank-bank pelat merah tentunya harus menjadi perhatian khusus pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
BACA JUGA: Bank BUMN Ikut Dongkrak Kesejahteraan Petani
"Saat ini Indonesia diambang resesi ekonomi. Dalam kondisi menghadapi krisis, biasanya bermunculan skandal perbankan. Contohnya, pada tahun 1998 muncul skandal BLBI dan 2008 muncul skandal Bank Century," ucap Heri kepada jpnn.com, Sabtu (23/11).
Dia lantas membeberkan data Kementerian BUMN per 3 Desember 2018, di mana sejumlah bank pelat merah dilaporkan memiliki utang yang fantastis. BRI punya utang Rp1.008 triliun, Bank Mandiri Rp997 triliun, BNI Rp660 triliun dan BTN Rp249 triliun.
BACA JUGA: Timses Prabowo Yakin Maruf Amin Menjabat di Bank BUMN
"Utang perbankan tersebut menjadi penyumbang terbesar utang keseluruhan BUMN yang mencapai Rp5.271 triliun," tukas legislator asal Jawa Barat ini.
Berikutnya per 31 Desember 2018, BRI merilis laporan keuangan menyatakan jumlah utang sebesar Rp1.111 triliun, dengan Total Simpanan Nasabah sebesar Rp944 triliun. Sementara itu total aset mencapai Rp1.296 triliun. Lalu, ekuitas sebesar Rp185 triliun.
BACA JUGA: Politikus PDIP Ini Sarankan Ahok Tolak Jabatan Komut Pertamina, Nih Alasannya
Sementara itu, Bank Mandiri juga merilis laporan keuangan per 31 Desember 2018, menyatakan jumlah utang sebesar Rp941 triliun, dengan Total Simpanan Nasabah sebesar Rp766 triliun. Sementara itu total aset mencapai Rp1.202 triliun. Ekuitas sebesar Rp. 184 triliun.
Begitu juga BNI yang merilis laporan keuangan Per 31 Desember 2018, jumlah utang sebesar Rp671 triliun, dengan Total Simpanan Nasabah sebesar Rp. 552 triliun. Sementara itu total aset mencapai Rp808 triliun. Ekuitas sebesar Rp110 triliun.
"Kasus utang bank plat merah patut menimbulkan pertanyaan tentang kinerja pengawasan OJK. Di mana fungsi pengawasan OJK selama ini? Sebelum terlambat, OJK harus segera bertindak sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK," tutur politikus yang beken disapa dengan panggilan Hergun ini.
Menurutnya, OJK memiliki kekuasaan yang sangat besar. Mulai dari membuat regulasi, mengawasi, memungut anggaran dan menjatuhkan sanksi. Ruang lingkup OJK ini tidak dimiliki lembaga manapun termasuk Bank Indonesia, namun loyo dalam bertindak dan cenderung bermain politik dalam internalnya sendiri.
"Sejarah kelam krisis ekonomi 1998 tidak boleh terulang kembali. Saat itu kondisi perbankan dipermukaan terlihat baik-baik saja. Pemerintah selalu meyakinkan masyarakat bahwa perbankan dalam keadaan sehat. Namun nyatanya kondisi yang diklaim baik-baik saja tanpa pengawasan yang konsisten dan berintegritas akan membawa Indonesia masuk ke dalam krisis," jelasnya.
Oleh karena itu, Hergun menyarankan supaya KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) sudah seharusnya melakukan tindakan-tindakan yang dipandang perlu sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No.9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, di antaranya melakukan koordinasi dalam rangka pemantauan dan pemeliharaan Stabilitas Sistem Keuangan.
"Perbankan adalah sektor yang sangat rentan terhadap terpaan krisis. Bila masyarakat sudah tidak percaya maka rush bisa terjadi kapan saja. Struktur liabilitas ketiga bank pelat merah di atas didominasi oleh dana nasabah. Kepercayaan nasabah harus lebih diutamakan," tandasnya.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam