Politikus PAN: BPJS Kesehatan Membebani APBN

Rabu, 01 November 2017 – 14:55 WIB
Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih selalu defisit dan membebani anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Menurut Saleh, banyak faktor yang menyebabkan defisit itu. “Menurut saya, salah satu penyebab defisit itu adalah masih adanya fraud (penipuan, red) dalam pelayanan kesehatan. Ada banyak pembengkakan pembayaran akibat adanya fraud tersebut,” ungkap Saleh, Rabu (1/11).

BACA JUGA: BPJS Kesehatan Defisit Rp 9 Triliun, JK: Jangan Dibiarkan

Menurut dia, BPJS yang semestinya hanya membayar sedikit, namun karena penipuan harus mengeluarkan pembayaran lebih banyak.

Saleh menuturkan, penipuan ini dilakukan oleh banyak pihak mulai dari petugas BPJS, medis, pihak rumah sakit bahkan masyarakat. “Ini yang mesti diselesaikan oleh BPJS terlebih dahulu,” ujar Saleh.

BACA JUGA: Komisi IX Mendalami Pabrik Petasan Tangerang

Selain itu, Saleh melanjutkan, persoalan pendataan juga memberikan kontribusi. Sejauh ini, pendataan kepesertaan BPJS Kesehatan masih karut-marut. Terutama, pendataan kepesertaan penerima bantuan iuran (PBI). “Ada banyak peserta yang tercatat, tetapi orangnya tidak ada,” tegasnya.

Nah, Saleh menuturkan, ini tentunya menimbulkan pertanyaan apakah peserta yang tercatat itu tetap dibayar atau tidak. Karena, dalam sistem jaminan sosial, ada pembayaran kapitasi. Selama orang itu tercatat di dalam satu fasilitas kesehatan (faskes) tertentu maka BPJS akan membayarkan kapitasinya setiap bulan.

BACA JUGA: Astaga, RSUD Pulangkan Paksa Pasien Kanker Payudara

Jika faskesnya milik pemerintah, kapitasinya Rp ribu, dan kalau milik swasta kapitasinya Rp 10 ribu.

“Kalau banyak kepesertaan yang orangnya tidak ada, berarti ini berkontribusi pada membengkaknya pembayaran BPJS,” ungkap Wakil Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (Wasekjen PAN) itu.

Lebih lanjut, Saleh menuturkan, faktor lain yang menyebabkan defisit adalah tidak seimbangnya antara cakupan pelayanan yang harus disediakan oleh BPJS dengan nilai iuran yang menjadi kewajiban peserta. Menurut perhitungan BPJS Kesehatan, untuk peserta dari data PBI saja, idealnya pemerintah membayar premi sebesar Rp 32 ribu.

“Kenyataannya, peserta dari data PBI premi yang dibayakan hanya Rp 23 ribu, ada selisih Rp 9 ribu. Jika dikalikan dengan jumlah peserta PBI yang saat ini mencapai 92,4 juta, maka nilainya tentu sangat besar,” katanya.

Hal ini, ujar dia, juga perlu dipikirkan pemerintah. Dia setuju ada perhitungan ulang yang akurat terhadap aktuaria dan iuran peserta BPJS. “Namun sebelum itu dilakukan, BPJS Kesejatan, kemenkes, dan kemensos diminta untuk menyelesaikan perbaikan data kepesertannya,” tuntas Saleh.(Boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Please, Dokter Jangan Bedakan Pasien Umum dan BPJS


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler