Politikus PDIP Ancam Gagalkan Sidang Paripurna

Kamis, 08 September 2016 – 20:53 WIB
Ilustrasi Foto: pixabay

jpnn.com - MEDAN – Geliat politik mulai memanas di internal DPRD Sumut, seputar pengisian kursi wakil gubernur yang  sudah beberapa bulan mengalami kekosongan.

Panitia Khusus (Pansus) pemilihan wagub Sumut  merencanakan sidang paripurna pemilihan pada Rabu (28/9) mendatang. 

BACA JUGA: Polisi Selidiki Jaringan Prostiusi Anak di Bandung

PKS serta Hanura selaku partai politik (Parpol) pengusung pasangan Gatot Pujo Nugroho-T.Erry Nuradi pada pilkada 2013 silam, diminta untuk mengirimkan dua nama cawagub kepada Gubernur Sumut T.Erry Nuradi, Jumat  (9/9) besok.

Namun, Fraksi PDI-P DPRD Sumut berencana menggagalkan sidang paripurna tersebut karena menganggap ada kekeliuruan yang telah dilakukan Pansus yakni mengabaikan parpol seperti PPN, Patriot serta PKNU yang juga terdaftar di KPUD Sumut sebagai parpol pengusung pasangan Gatot-Erry pada Pilgub 2013 .

BACA JUGA: Kabupaten Ini Fokus Garap Industri Kreatif Berbasis Desa

“Kalau surat Kemendagri no 122.12/5718/OTDA yang dijadikan dasar melakukan sidang paripurna, maka saya jadi orang pertama yang akan meributinya,” tegas Anggota DPRD Sumut Fraksi PDIP, Sutrinso Pangaribuan, seperti diberitakan Sumut Pos (Jawa Pos Group) hari ini.

Bahkan politikus muda itu mengancam akan menjadi penggagas atau inisiator untuk melakukan interpelasi kepada Gubernur Sumut perihal kekeliruan tata cara pengisian kursi wakil gubernur.

BACA JUGA: Di Lapas Ini yang Berlaku Hanya Uang Mainan

“Saya siap jadi inisiator interpelasi untuk masalah ini, tapi beda dengan interplasi yang sebelum-sebelumnya,” katanya.

Sutrisno mengaku sudah berulang kali membaca UU No 10/2016 khususnya pasal 174 dan 176. Menurutnya ada perbedaan dalam pasal tersebut, dimana pasal 174 mengatur pengisian kursi gubernur dan wakil gubernur ketika gubernur dan wakilnya berhalangan tetap.

Sedangkan pasal 176 mengatur mekanisme pengisian kursi wakil gubernur. “Ada perbedaan di sana. Pasal 176 menyebut yang berhak mengusulkan nama calon wakil gubernur adalan partai politik atau gabungan partai politik, diserahkan kepada Gubernur untuk diteruskan ke DPRD dan dipilih melalui sidang paripurna,” terangnya.

“PKNU, Patriot serta PPN masih tecatat sebagai Partai Politik, dan masih diakui oleh negara, tidak ada pembubabaran partai. Jadi kenapa bisa diabaikan?” bebernya.

Mengenai apakah penting kursi wakil gubernur diisi, Sutrisno dengan lantang menyebut posisi tersebut wajib diisi. Sebab, hal itu menjadi amanah UU No 10/2016.

“Negara ini ada aturan, tidak bisa kemauan pribadi atau perorangan. Karena kursi wakil gubernur kosong lebih dari 18 bulan, maka wajib diisi, tentu dengan tata cara yang benar,” terangnya.

Bukan hanya itu, Sutrisno juga sampai saat ini belum menemukan argumen yang tepat perihal pembentukan pansus pengisian kursi wakil gubernur. 

“Saya sudah cari alasannya, tidak ketemu. Makanya ketika sidang paripurna pembentukan pansus, saya yang merusuhi sampai akhirnya sidang diskors,” urainya.

“Sidang paripurna diskors, dilakukan rapat konsultasi yang melibatkan seluruh ketua fraksi, sampai diputuskan pembetukan pansus dilakukan melalui sistem voting. Pada saat itu saya kalah, mayoritas menyetujui, maka terbentuklah pansus,” ucapnya.

Ketua PKNU, Ikhyar Velayati Harahap mempertanyakan legalitas yang dijadikan dasar oleh pansus bekerja. Secara yuridis, dia menilai surat dari Kemendagri bernomor 122.12/5718/OTDA tidak dapat dijadikan sumber hukum yang bersifat mengikat.

“Yang menjadi pertanyaan apa status surat kemendari yang ditandatangani Dirjen Otda itu, surat edaran juga bukan. Itu hanya surat menyurat untuk arsip, artinya tidak dapat dijadikan pegangan dan tidak memiliki kekutan hukum. Terus untuk apa pansus menjadikan itu pegangan dalam bekerja, hasil akhirnya cawagub terpilih nanti bisa ilegal, karena prosesnya pun berjalan ilegal,” paparnya. (dik) 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bu Kadis Itu Bilang Begini


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler