Politikus Sebaiknya Ikut Lawan COVID-19, Bukan Cari Kesalahan Pemerintah

Selasa, 14 April 2020 – 16:38 WIB
Ilustrasi. Foto: diambil dari pixabay

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat dan Praktisi Pendidikan Prof Asep Syaifuddin menilai, pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB belum cukup menangkal penyebaran COVID-19.

Budaya hidup bersih masyarakat harus diberlakukan. "Saat ini, kita sedang dihadapkan pada persoalan serius kelangsungan hidup kemanusiaan, maka satu-satunya langkah adalah persatuan," kata Prof Asep, Selasa (14/4).

BACA JUGA: Penilaian Bang Saleh soal Penerapan PSBB

Dalam langkah ini, lanjutnya, semua komponen bangsa harus bersatu melawan COVID-19 yang efeknya sangat jelas yakni kematian.

Akibat efek utama itu maka semua sektor dan lapisan masyarakat terkena dampaknya, yakni kelumpuhan ekonomi.

BACA JUGA: Bagaimana Mau Cepat Kalau Biaya Diagnosis COVID-19 Sampai Rp 400 Ribu?

Hal itu terjadi karena proses penularan COVID-19 ini melalui kontak manusia ke manusia.

Bilamana ini tidak dilakukan lewat jarak sosial dan fisik, sudah dipastikan perluasannya tidak bisa dibendung.

BACA JUGA: Catatan Pak Jokowi: Ratusan Kepala Daerah Tak Sejalan dengan Pusat soal COVID-19

"Untuk itu seluruh masyarakat harus benar-benar bisa melindungi diri dengan tetap tenang, jaga emosi dan melakukan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) termasuk memakai masker pada saat berada di luar," tegas rektor universitas Al-Azhar ini.

Secara sosial, menurut Asep yang juga guru besar Institut Pertanian Bogor, ada beberapa kelompok yang rentan dan langsung terkena dampak ekonomi akibat COVID-19.

Mereka adalah pedagang kecil, warung, ojol, pegawai mal, karyawan pabrik, tentunya dengan anak-anaknya yang harus belajar dari rumah.

Pengeluaran uang karena pembelajaran daring ini juga di luar perencanaan. Untuk menanggulangi hal ini, kebiasaan gotong royong harus diperkuat lagi.

Masyarakat di level RW bisa berbagi untuk menanggulangi kelompok yang paling rentan tersebut.

Perusahaan-perusahaan besar bisa membuat CSR untuk bantuan biaya pendidikan melalui universitas dan sekolah agar proses pembelajaran tidak terkendala biaya pulsa.

Pemerintah tentu bisa terus fokus pada BLT, sembako, penyiapan APD, penyediaan alat-alat internet di daerah-daerah, rumah sakit khusus COVID-19, penanggulangan kredit para debitor dan lain-lain yang telah disiapkan.

Dalam hal ini diperlukan birokrasi yang serba cepat secepat gerakan virus itu. Birokrasi pemerintah harus belajar dari virus seperti kejelasan target, fokus, tidak bertele-tele, kolaboratif antara pusat dan daerah.

Asep melanjutkan, riset-riset di universitas dan LIPI digerakkan untuk menerapkan penemuan yang berkaitan dengan APD, antigen melawan covid-19, produk-produk immune system, dan lainnya yang diproduksi secara masif melalui APBN dan CSR.

"Abaikan dulu perbedaan politik yang memperumit keadaan. Para politikus harus fokus melawan COVID-19, bukan mencari-cari kesalahan pemerintah. Bila ada ide, kritikan, akan lebih baik disiapkan juga ide solusinya," imbaunya.

Pemerintah, bisa saja mengadopsi ide-ide dari para pengamat dan politisi itu sejauh gagasannya doable (bisa dikerjakan) serta realistis.

"Dengan kebersamaan dan persatuan seluruh komponen bangsa, insyaallah wabah Covid-19 segera berlalu," pungkasnya. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler