Politikus Senior Golkar Lompat ke NasDem, Ini Pemicunya

Jumat, 21 Oktober 2016 – 06:04 WIB
Awang Faroek (duduk, kiri). Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - SAMARINDA – Pengamat politik dari Universitas Mulawarman, Sarosa Hamongpranoto, menilai langkah Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak pindah dari Partai Golkar ke Nasional Demokrat (NasDem) merupakan klimaks dari kekecewaan. 

Sebagai orang yang sudah 40 tahun di Golkar, tidak mungkin Faroek pergi karena emosi sesaat. 

BACA JUGA: Tim Pemenangan Paslon Ini Serahkan Keabsahan Ijazah Jagoannya

“Ada proses dan tidak spontan,” analisisnya. Kejadian yang menyinggung Faroek di Pantai Segara Sari, Manggar, Balikpapan, saat pelantikan pengurus DPD Golkar Kaltim disebut Sarosa hanya satu penyebab. 

Pada 9 Oktober lalu, Faroek membenarkan bahwa dia datang dengan kursi roda ke lokasi pelantikan pengurus yang dipimpin Rita Widyasari. Faroek juga sudah mengenakan atribut Golkar saat itu. 

BACA JUGA: LIPI: Jangan Mau Dibodohi dengan Kontrak Politik

Namun, menurut sumber terpercaya yang hadir dalam pelantikan, Gubernur kala itu dicueki. 

Dia tidak diberikan kesempatan bahkan sekadar menyampaikan sambutan sebagai kepala daerah yang hadir dalam pelantikan. 

BACA JUGA: Ada Kader PPP Berikan Dukungan, Sandiaga Uno Sumingrah

Beberapa undangan justru sempat mengingatkan. Bahwa sudah etikanya memberi kesempatan berbicara kepada Gubernur. Lagi pula, Faroek tak lain tokoh Golkar paling senior di Bumi Etam. 

Kekecewaan Faroek makin menumpuk karena namanya dimasukkan di Dewan Sesepuh DPD Golkar Kaltim. 

Faroek hanya berdua di situ, ditemani wakil gubernur Mukmin Faisyal yang pernah menjabat ketua DPD Golkar Kaltim. 

Sementara di level pengurus, porsi kepada orang-orang muda lebih besar. Kesan bahwa yang tua yang dibuang, makin menguat. 

Faroek bahkan menilai, posisi dewan sesepuh merupakan jabatan yang diada-adakan. “Menurut Anda, adakah jabatan itu (sesepuh) di struktur organisasi manapun? Itu jelas hanya untuk menyingkirkan saya agar tidak terlibat lagi di Golkar,” ucap Faroek dua hari lalu.

Sarosa menilai, kegusaran Faroek kepada pengurus DPD Golkar Kaltim yang dipimpin Rita Widyasari (yang sebenarnya masih berkerabat dengan Faroek) benar-benar menumpuk. 

Meninggalkan masa kebersamaan dengan Golkar yang sudah 40 tahun lamanya, bagi siapa pun, bukan hal mudah. 

Apalagi mengingat bahwa Golkar adalah pengusung utama Faroek dalam Pemilihan Gubernur Kaltim 2013. 

“Itu (kejadian di Pantai Manggar) hanya salah satu alasan. Kemungkinan ada hal-hal lain yang terjadi lebih dulu,” jelas guru besar hukum tersebut. 

Kepindahan Faroek yang kini menjadi ketua dewan penasihat DPW NasDem Kaltim, jelas Sarosa, melewati proses dan bukan spontanitas. 

Mengenai pernyataan bahwa Faroek disingkirkan, Sarosa tak ingin menduga terlalu jauh. Untuk mengetahuinya, kata dia, harus ditilik struktur kepengurusan di Golkar Kaltim. Perlu penjelasan lebih dalam mengenai posisi dewan sesepuh. 

Namun, masih ada yang bisa dicerna secara logika. Jika Faroek masih diperlukan di Golkar, selayaknya diberikan posisi yang sesuai. 

Sarosa juga tidak yakin kepergian Faroek dari beringin tidak membawa pengaruh apa-apa. Sebelumnya, Sekretaris DPD Golkar Kaltim Abdul Kadir menegaskan, tidak ada yang rugi maupun untung.

Perpindahan kader dari Golkar merupakan hal yang sering terjadi. Golkar sejak lama dibangun dengan sistem, bukan figur. “Kerja semua kader,” terangnya.

Tetapi Sarosa menilai, Faroek bagaimanapun telah menjadi figur penting di Kaltim. Sedikit banyak, Gubernur memiliki kharisma dan memegang pengaruh. 

Andil Faroek membesarkan Golkar Kaltim juga tidak bisa dianggap enteng. Secara psikologis, hal itu akan mengganggu organisasi.  

Dari Inggris, Wakil Sekretaris DPD Golkar Kaltim Parawansa Assoniwora yang sedang bersama Rita Widyasari turut memberi penjelasan. 

“Insya Allah, tak ada pengaruh atas sikap politik Pak Awang,” terangnya, via percakapan online. 

Parawansa mengakui bahwa dirinya adalah kader muda Golkar. Tugas utama kader muda, yakni mesin penggerak partai. 

Sewajarnya, para senior memberikan masukan dan para junior mengkritisi dan menjalankan sesuai kaidah dan aturan partai. 

Disinggung mengenai posisi dewan sesepuh yang diberikan kepada Faroek, dia juga memberi pemaparan. Menurutnya, keputusan tersebut bukan tidak dipikirkan organizing committee saat menyusun struktur pengurus. 

“Mungkin ada masalah miskoordinasi dan miskomunikasi,” jelasnya. Hal teknis seperti itu semestinya bukan hal prinsip. Dan Gubernur, lanjut dia, tentu sangat paham hal prinsip dan strategis dengan hal yang hanya bersifat teknis. 

“Itu yang membuat segala sesuatu terlihat seperti tidak beretika (mengenai tidak diberikan kesempatan sambutan) jika tidak dikomunikasikan dengan baik,” tambahnya. 

Parawansa mengatakan, Golkar sudah mengalami banyak cobaan dan pasang-surut. Sekarang adalah saatnya partai berbenah diri. “Dan itu tidak bermaksud untuk menyingkirkan atau apapun,” tegasnya. (fel/rom/k15/sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Anggap RUU Pemilu Paling Seksi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler