jpnn.com - JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat disebut tidak pernah menghitung secara real suara rakyat di pemilihan umum presiden (pilpres). Kerja KPU hanya meng-upload suara di halaman portal KPU yang bersumber dari tempat pemungutan suara (TPS) dengan referensi formulir C1.
Hal tersebut dikatakan Ketua Komisi II DPR, Agun Gunandjar Sudarsa, dalam Dialog Kenegaraan "Menerka Putusan MK (Sengketa Pilpres 9 Juli 2014", di gedung DPD, Senayan Jakarta, Rabu (13/8).
BACA JUGA: DKPP Belum Pernah Pecat Komisioner KPU Pusat
"KPU tidak pernah menghitung suara, KPU hanya upload suara pemilih yang dari TPS dengan referensi formulir C1 dari kabupaten, kota dan provinsi secara berjenjang," kata Agun, politisi Partai Golkar itu.
Dalam meng-upload lanjutnya, publik juga tidak tahu siapa yang melakukannya dan apa sistem yang dipakai? "Kalau pelaksananya tidak cermat, angka 1 bisa jadi 10, bisa juga jadi seratus, hingga seribu. Lalu KPU mengklaim bahwa prosesnya sudah transparan," ujar Agun.
BACA JUGA: Menkes Bilang tak Semua Paham PP Reproduksi Kesehatan
Di tempat yang sama, Direktur Institut Inisiatif, Hermawanto mengungkap bahwa yang meng-upload data tersebut ke Website KPU hanya anak-anak SLTA sebagai pekerja paroh waktu.
"Proses upload dilakukan oleh anak-anak SLTA sebagai outsourcing di KPU," ungkap Hermawanto.
BACA JUGA: Agun: Jangan Lagi Golkar Diperjualbelikan
Terlepas dari berbagai keabaian KPU, Agun menegaskan bahwa DPR masih menaruh harapan besar terhadap beberapa hakim di Mahkamah Konstitusi (MK).
"DPR masih sangat percaya dan yakin dengan Hamdan Zoelva, Patrialis Akbar, Maria Farida Indrati dan Wahiduddin Adams, sebagai hakim pengawal konstitusi. Mereka yang saya kenal sangat substansif dalam berdiskusi. Yang lainnya, saya tidak kenal," imbuh politisi Partai Golkar itu.(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Harapkan Jokowi Rampingkan Kabinet agar Tak Boros Anggaran
Redaktur : Tim Redaksi