jpnn.com - JAKARTA - Untuk kali pertama Chairun Nisa duduk di pesakitan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta sebagai terdakwa kasus suap Bupati Gunung Mas Hambit Bintih kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Politikus Partai Golkar itu dianggap menjadi perantara pemberian suap tersebut.
Pemberian uang itu untuk mempengaruhi putusan sengketa gugatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
BACA JUGA: Hambit dan Cornelis Didakwa Menyuap Akil Mochtar
Hal itu diketahui dalam dakwaan terhadap Chairun Nisa yang merupakan terdakwa kasus dugaan suap penanganan sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah yang dibacakan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Jaksa Sigit Waseso mengatakan, Chairun Nisa bersama-sama dengan Akil menerima suap SGD 294.050 ribu dan USD 22 ribu dan Rp 766 ribu atau seluruhnya setara Rp 3 miliar serta Rp 75 juta.
BACA JUGA: Sumbangan Uang Untuk Parpol Hanya 7 Persen
"Patut diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili yaitu hadiah atau janji itu diberikan Hambit Bintih dan Cornelis Nalau Antun dengan tujuan untuk mempengaruhi putusan perkara keberatan Pilkada Gunung Mas yang diajukan ke MK RI," kata Jaksa Sigit saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (8/1).
Jaksa Sigit menyatakan, perkara Pilkada Gunung Mas itu ditangani Akil, Maria Farida, dan Anwar Usman. "Akil sebagai ketua merangkap anggota," ujarnya.
BACA JUGA: Nama Hakim Artidjo Sebagai Capres Alternatif Terus Menguat
Jaksa Sigit mengatakan,Hambit pada tanggal 19 September 2013 bertemu dengan Chairun Nisa di restoran di Hotel Sahid, Jakarta. Tujuannya untuk meminta bantuan melakukan pendekatan ke pihak-pihak di MK RI.
"Atas permintaan itu, terdakwa menghubungi M Akil Mochtar melalui sms yang berisi Pak Akil saya mau minta bantu nih untuk Gunung Mas tapi untuk incumbent yang menang," kata Jaksa Sigit.
Jaksa Sigit menjelaskan, Akil pun memberikan jawaban atas permintaan Chairun Nisa. "Terhadap permintaan terdakwa itu, M Akil Mochtar menjawab melalui SMS, kapan mau ketemu? Saya malah mau suruh ulang nih Gunung Mas?" ujarnya.
Kemudian pada tanggal 26 September 2013 sekitar pukul 22.00 WIB bertempat di Hotel Borobudur, Jakarta, Chairun Nisa melakukan pertemuan dengan Hambit dan Cornelis. Dalam pertemuan itu Chairun Nisa menyampaikan bahwa Akil bersedia membantu dan meminta agar disediakan dana sebesar Rp 3 miliar.
"Bahwa untuk memenuhi permintaan Akil, Hambit meminta kepada Cornelis untuk menyiapkan dana tersebut dan menyerahkannya kepada Akil melalui terdakwa. Atas permintaan Hambit, Cornelis menyanggupi untuk menyediakan dana tersebut pada hari Rabu tanggal 2 Oktober 2013," kata Jaksa Sigit.
Pada tanggal 30 September 2013, Cornelis menghubungi Chairun Nisa dan menginformasikan bahwa dana sudah tersedia. Kemudian, Chairun Nisa menyampaikan akan mengambil dana tersebut pada 2 Oktober 2013 serta meminta Cornelis mendampinginya dalam penyerahan dana ke Akil.
Jaksa Sigit mengatakan, pada tanggal 2 Oktober 2013, Hambit bertemu dengan Chairun Nisa di Bandara Cilik Riwut Palangkaraya. Keduanya membicarakan hasil pendekatan Chairun Nisa kepada Akil. "Selanjutnya Hambit menyerahkan uang sebesar Rp 75 juta yang dibungkus koran kepada terdakwa terkait pengurusan Pilkada Gunung Mas di MK," ucapnya.
Setelah itu, Chairun Nisa melalui pesan singkat membuat janji dengan Akil akan datang ke rumahnya untuk menyerahkan dana dari Hambit. "Kemudian dijawab Akil ya saya tunggu tapi jangan terlalu malam," kata Jaksa Sigit.
Kemudian, Chairun Nisa dan Cornelis pergi ke rumah dinas Akil di Komplek Widya Chandra, Jakarta Selatan. Saat itu, Chairun Nisa datang bersama Cornelis membawa duit suap itu. Tak lama kemudian petugas KPK melakukan penangkapan terhadap Chairun Nisa, Cornelis, dan Akil.
Dakwaan Chairun Nisa disusun dalam bentuk alternatif. Ia didakwa dengan Pasal 12 huruf c Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 11 Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Usai mendengar dakwaan, Chairun Nisa mengaku paham. Akan tetapi, penasihat hukumnya menyatakan mengajukan nota keberatan atau eksepsi. "Setelah kami membaca dakwaan penuntut umum, kami akan ajukan eksepsi," kata Susilo.
Persidangan dijadwalkan dilanjutkan pada Senin (13/1) dengan agenda mendengarkan nota keberatan dari Chairun Nisa. (gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dalami Kasus Century, KPK Periksa Dirut PT ADI Sampoerna
Redaktur : Tim Redaksi