jpnn.com - JAKARTA - Politisi PDI Perjuangan (PDIP), Profesor Hendrawan Supratikno menyatakan tidak ada sesuatu yang baru dalam RAPBN tahun 2015 yang diajukan Presiden SBY kepada DPR.
Substansinya persis sama dengan APBN selama 10 tahun SBY berkuasa. Bahkan menurut anggota Komisi VI DPR itu, APBN 2015 lebih buruk karena berpotensi terjadinya defisit keseimbangan primer ekonomi untuk yang pertama kalinya dalam sejarah ekonomi Indonesia.
BACA JUGA: Ini Alasan Dahlan Iskan Gelar Rapim di Balai Pustaka
"APBN 2105 ini kan sesungguhnya tidak ada apa-apanya. Ini juga sama dengan APBN 10 tahun sebelumnya. Yang hebat itu pidatonya. APBN sendiri berpeluang terjadinya defisit keseimbangan primer untuk yang pertama kalinya di Indonesia. Tadi ada rapat Menkeu dengan DPR, sama saja pengantarnya, isinya. Tidak ada bedanya dengan APBN sebelumnya," kata Hendrawan Supratikno, di press room DPR, Senayan Jakarta, Kamis (21/8).
Kalau presiden terpilih, siapa pun orangnya ujar Hendrawan, tidak hati-hati menyikapi APBN 2015 ini, maka selangkah lagi Indonesia mirip Yugoslavia sebelum pecah.
BACA JUGA: Saksi Pastikan Keterangannya Bukanlah Titipan Nazaruddin
Lebih lanjut dia mengungkap sejumlah indikator ekonomi selama sepuluh tahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkuasa. Pada tahun 2004 saat pertama kali pemerintahan SBY berkuasa, lifting minyak 1,07 juta barel dan kini berkurang 250 ribu barel.
Sementara nilai tukar rupiah dari 8.900, kini menjadi 11.700 rupiah per dolar. "Sepuluh Tahun berkuasa, SBY berhasil menurunkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika," tegasnya.
Demikian juga tax ratio dari 11 persen jumlah penduduk kini terjadi penurunan 0,43. Artinya semakin sedikit jumlah wajib pajak. "Ini prestasi terburuk dalam sejarah kepemimpinan di dunia," ungkapnya.
BACA JUGA: MK Tak Berwenang Adili KPU soal Pembukaan Kotak Suara
Indikator ekonomi lainnya di APBN 2015 yang juga dikritisi Hendrawan adalah soal belanja modal karena terjadi penurunan sebesar 0,6 persen dan subsidi energi dari 16 persen di tahun 2004 kini menjadi 18 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi di tahun 2004 yang target 7,5 menjadi 5,5 persen di akhir masa jabatan SBY. "Yang 'positif' hanya inflasi sehingga semakin bertambah masyarakat miskin," imbuhnya.
PDIP, lanjut Hendrawan, mencermatinya mulai dari sepuluh tahun lalu saat SBY pertama kali jadi presiden dan dibanding dengan APBN yang disodorkannya ke DPR, 15 Agustus lalu.
"Jadi intinya, berat sekali bagi siapa saja presiden dan wapres terpilih untuk menjalani pemerintahan lima tahun ke depan sebab APBN tahun 2015 ini APBN yang sesak nafas," pungkasnya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Putusan DKPP Kuatkan Hadar Nafis Hanya Difitnah
Redaktur : Tim Redaksi