Polri Dibela Para Ahli di Sidang Uji Materi Penerbitan SIM, STNK dan BPKB

Rabu, 14 Oktober 2015 – 02:49 WIB
Ilustrasi.

jpnn.com - JAKARTA - Sidang uji materi Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI (UU Polri) dan UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ)‎ kembali digelar. Kali ini sidang tersebut menghadirkan mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Maruarar Siahaan. Ia dijadikan saksi ahli dalam sidang tersebut.

Dalam keterangannya, Maruarar menepis keterangan para pemohon yang mempermasalahkan kewenangan Polri menerbitkan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kenderaan (STNK), dan Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB).‎

BACA JUGA: Kapolri Duga Dua Insiden di Aceh Singkil Sudah Direncanakan

"Kewenangan tersebut erat kaitannya dengan tugas kepolisian untuk melayani dan mengayomi masyarakat. Dalam prinsip konstitusionalitas, sebuah norma bisa ditarik keluar dari struktur dan ditafsirkan berdiri sendiri," ujar Maruarar dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Selasa (13/10).

Kewenangan inilah yang menurut Maruarar, ditafsirkan dari norma tugas polisi untuk melayani dan mengayomi masyarakat. Karena itu, ia berpendapat norma kewenangan kepolisian tidak bertentangan dengan konstitusi.

BACA JUGA: PGI Sesalkan Pembakaran Rumah Ibadah di Aceh Singkil

‎Maruarar menyatakan, tugas kepolisian untuk menjaga dan melayani masyarakat bisa diartikan dengan makna luas yang terkait dengan kepentingan masyarakat. Oleh sebab itu, ia menilai, ukuran yang dipakai pemohon ditafsirkan secara sempit.

"Ukuran yang dipakai pemohon terkait tugas Polri ditafsirkan secara sempit hanya soal penegakan hukum, dan menjaga keamanan serta ketertiban," imbuhnya.

BACA JUGA: Ormas Ini Malah Dorong DPR dan Pemerintah Revisi UU KPK

Sementara itu, ahli dari pemerintah yang juga dihadirkan dalam sidang, La Ode Husen mempertanyakan kedudukan hukum atau legal standing dari para pemohon. Menurut Husen, ia tidak melihat adanya kerugian konstitusional yang nyata dari para pemohon terhadap pengajuan uji materi ini.

"‎Tidak jelas kerugian konstitusionalnya apa sehingga harus menggungat UU Polri dan UU LLAJ ini. Karena tidak jelas menguraikan kerugian yang nyata, maka ini tidak layak, tidak patut mengajukan uji materi," ujar Husen.

Husen menjelaskan, kerugian konstitusional yang dialami pemohon seharusnya nyata dan konkret. Bukan didasarkan pada asumsi kerugian potensial. Karena itu, Husen  menilai, uji materi UU Polri dan UU LLAJ ini menjadi tidak relevan.

"Setidak-tidaknya para pemohon tidak memiliki hak gugat," tegasnya. 

Sebagaimana diketahui, uji materi itu awalnya diajukan Koalisi untuk Reformasi Polri yang terdiri dari Indonesia Legal Roundtable (ILR) diwakili Erwin Natosmal Oemar, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) diwakili Julius Ibrani, dan lainnya.

Mereka menggugat kewenangan kepolisian dalam menerbitkan SIM, STNK, dan BPKB sebagaimana tertuang dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b dan huruf c UU Polri serta Pasal 64 ayat (4) dan ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 72 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 75, Pasal 85 ayat (5), Pasal 87 ayat (2) dan Pasal 88‎ UU LLAJ. (flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Terbang ke Aceh, Kapolri Beri Arahan Langsung


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler