jpnn.com, JAKARTA - Bareskrim Polri bakal segera menerapkan facial recognition system atau sistem pengidentifikasi wajah untuk memburu buronan kasus kejahatan.
Dengan sistem ini, ruang gerak buronan atau orang yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) bakal semakin sempit.
BACA JUGA: Oknum Bisa di Mana Saja, KPK dan Polri Harus Berbenah
Untuk tahap pertama, pilot project teknologi pengenal wajah itu akan diujicobakan di lingkungan Bareskrim.
Gedung Bareskrim nantinya dipasang sejumlah kamera high density yang sangat pintar mengenali identitas seseorang dari bentuk wajahnya.
BACA JUGA: Mau Punya Polisi Profesional? Ini Saran Bang Edi Hasibuan
Selanjutnya, ke depan akan diaplikasikan di semua ruang publik, seperti terminal, pelabuhan, dan bandara. Tujuannya, memudahkan polisi mengejar buronan.
Kabareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto mengatakan, sistem pengidentifikasi wajah ini bekerja menggunakan sejumlah peralatan.
BACA JUGA: Mangkir Sidang, Terdakwa Penggelapan Aset Eks Polisi Ditegur
Yakni, kamera high density yang terhubung dengan bank data wajah yang diambil dari data perekaman e-KTP.
”Kamera itu akan merekam semua wajah dari orang yang berlalu lalang,” tuturnya saat ditemui di kantor Bareskrim kemarin (1/11).
Menurut dia, data wajah itu dalam waktu yang singkat dicocokkan dengan semua foto DPO yang ada di bank data wajah di Bareskrim.
Pencocokannya itu hanya dalam hitungan detik, sehingga bila ada DPO diketahui tentu belum jauh lokasinya dari titik awal terekam.
”Saat itulah tinggal petugas yang akan bekerja menangkap DPO tersebut,” papar mantan Kapolda Sulawesi Tengah itu.
Selain dengan bank data wajah di Bareskrim, lanjut dia, teknologi tersebut juga akan terhubung dengan bank data e-KTP.
Dengan begitu, akan dengan mudah dikenali siapa saja yang terekam dalam kamera tersebut. ”Rencananya, kalau bisa tahun ini diterapkan,” tutur Ari Dono.
Dengan sistem tersebut, lanjut dia, maka hampir semua kasus akan terbantu. Dari kasus pidana umum hingga terorisme. ”Penegak hukum sangat memerlukannya,” terang jenderal berbintang tiga tersebut.
Namun, untuk awalan akan dilakukan pilot project di Bareskrim. Sehingga, sistem itu akan bisa mengenali siapa saja yang beraktivitas di Bareskrim.
”Baru kemudian secara bertahap ke semua ruang publik, seperti bandara, terminal dan stasiun,” terangnya.
Lebih lanjut Ari Dono menjelaskan, teknologi pengidentifikasi wajah itu sudah diterapkan di banyak negara. Salah satunya, Tiongkok.
Di luar untuk bidang keamanan, lanjut dia, teknologi itu digunakan untuk kepentingan perbankan. Pembayaran sebuah transaksi bisa dilakukan menggunakan teknologi pengidentifikasi wajah.
Pemerintahan Australia juga diketahui sedang berupaya menerapkan teknologi pengidentifikasi wajah.
Namun, penggunaannya lebih spesifik, yakni untuk menangani penanganan kejahatan terorisme di negara kangguru tersebut.
Menurut dia, memang di luar negeri teknologi ini sudah dikembangkan. Maka, Indonesia juga berupaya untuk bisa mengembangkannya.
Penggunaan teknologi ini jelas sangat efektif dalam rangka menciptakan keamanan. ”Tidak hanya untuk DPO, untuk pelaku kejahatan yang terekam juga langsung diketahui identitasnya lho,” paparnya.
Sementara Kepala Pusat Inafis (Kapus Inafis) Polri Brigjen Hudi Suryanto menjelaskan, data foto yang digunakan berasal dari hasil perekaman e-KTP.
''Namun, foto itu masih kurang lengkap, sehingga perlu ditambah foto wajah dari sisi kiri, kanan dan atas wajah,” tuturnya.
Penggunaan kamera high density memang sengaja dipilih, bukan seperti closed circuit television (CCTV). Perbedaannya, jika menggunakan CCTV, bila di-zoom wajah itu akan kabur atau tidak jelas.
”Tapi, kalau kamera high density walau di-zoom beberapa kali masih sangat jelas. Perbedaan kualitas itu yang membuatnya dipilih dalam teknologi ini,” ungkap jenderal berbintang satu tersebut kemarin.
Untuk pencocokan wajah, lanjut Hudi, teknologi yang digunakan adalah bio metric system atau sistem yang mengukur karakteristik individu.
Terutama, untuk karakteristik bentuk wajah. ”Jadi, sistem ini memiliki ukuran yang jelas,” paparnya.
Sistem tersebut tidak hanya bekerja dengan basis data foto. Menurutnya, ada juga DPO yang fotonya tidak dimiliki. Maka, untuk menggantikannya akan ada teknologi sketsa wajah.
Teknologi sketsa wajah ini juga bisa diterapkan untuk pelaku kejahatan yang terekam melakukan pelanggaran.
”Kan bisa jadi wajah yang terekam kamera itu tidak sempurna, sketsa ini menjadi back up,” paparnya. (idr/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Tunda Densus Tipikor, Polri Bakal Tempuh Rencana Ini
Redaktur & Reporter : Soetomo