jpnn.com, BANDUNG - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengapresiasi Polri bersama CropLife Indonesia yang gencar melakukan pencegahan dan pemberantasan peredaran pestisida palsu.
Salah satunya lewat kegiatan seminar nasional Anti-Pemalsuan/Anti-Counterfeit bertajuk “Sinergi Penegakan Hukum (Anti-Pemalsuan) dalam Pencapaian Program Swasembada dan Ketahanan Pangan” di Bandung, 21-22 Oktober 2020.
BACA JUGA: Empat Oknum Satpol PP Ini Benar-benar Bikin Malu, Siap-siap Saja
Syahrul mengatakan pestisida yang beredar di lapangan harus sesuai dengan komposisi yang didaftarkan.
“Jangan sampai setelah mendapat izin dan dikemas dalam botol dikurangi komposisinya," ujar Syahrul seperti dalam keterangan resmi yang diterima JPNN, Kamis (22/10).
BACA JUGA: Kementan Cabut 1.147 Izin Merek Pestisida yang Langgar Aturan
Seminar tersebut dihadiri lembaga hukum di Indonesia dan dibuka Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Sarwo Edhy.
Pada kesempatan itu, Sarwo Edhy mengatakan, pemalsuan pestisida juga merugikan produsen karena terkait hak kekayaan intelektual termasuk di antaranya paten, hak cipta, hak desain industri, merek dagang hak varietas tanaman dan indikasi geografis.
BACA JUGA: Mbak Winiarti Tepergok Berbuat Dosa dengan Tiga Pria, Hmmm
Ia mengungkap bahwa setiap tahun ribuan produk pestisida telah ditarik surat ijin edarnya karena tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Tahun 2020 ini saja, Kementan telah mengeluarkan aturan baru tentang uji mutu, uji efikasi dan uji toksisitas melalui Kepmentan no. 11 tahun 2020 tanggal 3 Januari 2020 yang harus dipatuhi oleh para produsen,” ungka Sarwo Edhy yang juga Ketua Komisi Pestisida Republik Indonesia itu.
Ia menjelaskan, Direktorat Jenderal (Ditjen) Sarana dan Prasarana Pertanian (PSP) pada tahun 2020 ini juga telah melakukan penguatan terhadap fungsi Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) pusat dan daerah.
Sarwo Edhy mengapresiasi atas kegiatan-kegiatan yang dilakukan CropLife Indonesia sebagai upaya bersama-sama pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap peredaran pestisida palsu dan ilegal.
Hal ini demi terwujudnya swasembada pangan juga untuk menjaga ketahanan pangan nasional, dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan untuk lebih dari 270 juta jiwa masyarakat Indonesia.
Terlebih, saat pandemi yang terjadi saat ini, sektor pertanian masih bertumbuh sebesar 16,24 persen, tertinggi di antara sektor lainnya sehingga harus dipertahankan dan difokuskan.
Sementara itu, Direktur Eksekutif CropLife Indonesia Agung Kurniawan menyampaikan, perang terhadap pemalsuan produk ini tidak hanya dilakukan baru-baru ini saja, namun sudah dilakukan sejak sepuluh tahun yang lalu.
"Dimulai dari 2010-2018 CropLife Indonesia, berfokus pada edukasi dan kampanye ditingkat petani, PPL dan kios serta container management (wadah bekas pestisida)," ungkap Agung.
Kemudian, pada 2019-2020 berfokus pada sinergitas para stakeholder dari pusat maupun daerah, terutama untuk penegakan hukum.
Selain itu, rencana untuk 2021-2022 pun sudah tersusun yaitu memperkuat kolaborasi dan berkelanjutan dengan melakukan pengawasan bersama dan pendekatan di level nasional.
Menyinggung penegakan hukum yang sudah dilakukan selama tahun 2019-2020, Agung Kurniawan memberikan gambaran kasus yang terjadi di Brebes agar dapat menjadi role model bagi daerah-daerah lain mengingat Brebes merupakan daerah dengan pengguna pestisida terbesar se-Asia Tenggara.
"Di tengah pandemi Covid-19 ini, kami memberikan konsen dan fokus lebih terhadap topik antipemalsuan. Ini karena kami tidak ingin krisis kesehatan yang sudah terjadi di Indonesia ini berakibat juga menjadi krisis pangan akibat ulah oknum-oknum yang merugikan petani," ujarnya.
Dari segi penegakan hukum, Kanit V DitTipidter Bareskrim Polri AKBP Sugeng Irianto, juga menyampaikan tentang penegakan hukum dalam penanganan kasus pestisida palsu dapat dikenakan pasal berlapis.
BACA JUGA: Perempuan yang Tewas Terbakar Dalam Mobil Xenia Itu Ternyata Yulia Asal Wonogiri
"Seperti yang terjadi di Brebes pada awal 2019 dan 2020, penegakan hukum dapat dilakukan dengan penggunaan UU RI tahun 2019 pasal 123 dan 124 dengan pidana maksimal 7 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar," ungkapnya.(dkk/jpnn)
Redaktur & Reporter : Muhammad Amjad