jpnn.com, JAKARTA - Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) merilis hasil penelitiannya soal polusi udara di kota-kota besar di Indonesia.
Dari sampel beberapa kota, seperti Jakarta, Tangerang, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Pekanbaru, Medan, Palangka Raya, Balikpapan, Makassar, Manado, Ambon, Jayapura, Mataram dan Denpasar, ditemukan ada tiga kota yang konsentrasi timbal (Pb)-nya tertinggi.
BACA JUGA: WNA Tengok Istri di Surabaya, Bersitegang dengan Warga Tulungagung, Dijemput Paksa
"Dari belasan kota yang diteliti tercatat konsentrasi timbal tertinggi ada di Surabaya, Tangerang dan Jakarta," kata Peneliti Senior BATAN Muhayatun Susanto dalam keterangannya kepada media, Rabu (16/9).
Kandungan timbal dari polusi udara di ketiga daerah itu, lanjutnya, lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah lain seperti Bandung, Yogyakarta, Semarang, Pekanbaru, Medan, Palangka Raya, Balikpapan, Makassar, Manado, Ambon, Jayapura, Mataram dan Denpasar.
BACA JUGA: Ruhut Sitompul: Wah, Gila ya Anies, Mantap juga Ini Kawan
Padahal, berbagai riset lembaga internasional menunjukkan bahwa polutan timbal bukan hanya berdampak buruk pada kesehatan manusia saja, tetapi juga dapat memengaruhi kecerdasan anak-anak.
"Selama ini pemantauan kualitas udara biasanya dilakukan terhadap CO, SO2, Nox, O3 dan PM10 (partikulat yang berukuran kurang dari 10 mikrometer) sebagai dasar untuk menghitung Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU). Padahal di udara juga terdapat partikulat yang berukuran kurang dari 2,5 mikrometer, yang dikenal dengan PM-2,5," jelas Muhayatun.
BACA JUGA: Waspada! Polusi Udara Tingkatkan Kematian Penderita COVID-19
Polutan partikulat PM-2,5 dinilai lebih berbahaya karena ukurannya yang kecil sehingga mampu menembus bagian terdalam dari paru-paru.
Dia mengilustrasikan, ukuran PM-2,5 sebanding dengan sekitar 1/30 dari diameter rambut manusia yang pada umumnya berukuran 50-70 mikrometer. Sedangkan PM-10 sebanding dengan 1/7 dari diameter rambut.
Dia menjelaskan, salah satu parameter penting yang menjadi fokus riset BATAN adalah pemantauan pencemaran logam berat, khususnya Timbal (Pb) pada PM-2,5.
Logam Pb yang terdapat di udara jika terhisap dan terakumulasi hingga 10 ug/dL pada seorang anak, dapat mengakibatkan menurunnya tingkat intelegensia, learning disability, mengalami gejala anemia, hambatan dalam pertumbuhan, perkembangan kognitif buruk, sistem kekebalan tubuh yang lemah dan gejala autis.
"Salah satu rekomendasi dari hasil penelitian BATAN adalah pentingnya penggunaan BBM tanpa timbal. Program pemerintah penggunaan bensin tanpa timbal yang diberlakukan sejak Juli 2006 sangat baik bagi lingkungan," terangnya.
Menurut Muhayatun, program bensin tanpa timbal berdampak signifikan terhadap menurunnya rerata konsentrasi logam timbal di Kota Bandung.
Sayangnya, hasil ini tidak diikuti oleh kota lainnya di Indonesia karena kadar logam berat Pb pada PM-2,5 dan PM-10 di beberapa kota masih relatif tinggi. Konsentrasi Pb di lokasi sampling Tangerang, Jakarta dan Surabaya lebih tinggi ketimbang kota lainnya.
Karena itu, tidak salah bila kini PT. Pertamina melaksanakan Program Langit Biru untuk mengajak masyarkat menggunakan BBM lebih berkualitas dan lebih ramah lingkungan guna mewujudkan udara lebih bersih. (esy/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad