Ponikem Menenteng Senjata M1 Garand saat Ganyang Malaysia

Jumat, 16 Februari 2018 – 00:14 WIB
Ponikem menunjukkan foto semasa masih menjadi pasukan sukarelawati gerakan Ganyang Malaysia. Foto: Bagas Bimantara/Radar Madiun/JPNN.com

jpnn.com - Gerakan Ganyang Malaysia yang digelorakan Bung Karno pada 1963 masih melekat di ingatan Ponikem, anggota Legiun Veteran RI.

Dia masih ingat betul betapa menggeloranya nasionalisme rakyat Indonesia saat itu. Ponikem ketika itu menjadi pasukan sukarelawati di Kepulauan Riau, saat hubungan Indonesia dan Malaysia sedang memanas.

BACA JUGA: Air Mata Puti Soekarno Jatuh di Rumah Kelahiran Bung Karno

DILA RAHMATIKA, Madiun

TIDAK pernah terbayangkan sebelumnya di benak Ponikem bahwa waktu akhirnya membawanya menjadi pasukan siap tempur. Bermula saat perempuan itu merantau ke Jakarta pada 1963.

BACA JUGA: Megawati Heran Bung Karno, PDIP dan Jokowi Dikaitkan PKI

Ponikem sempat bekerja sebagai penjahit di sebuah pabrik kaus Kebayoran Lama selama tiga bulan. ‘’Tinggalnya numpang di rumah kakak,’’ tuturnya.

Singkat cerita, salah seorang teman memberi tahu ada pendaftaran camp pasukan sukarelawati bantuan tempur.

BACA JUGA: Tinggalkan Gaji Besar, Masuk Garda Terdepan Ganyang Malaysia

Ponikem pun tertarik bergabung. Namun, kakak iparnya melarang. ‘’Tapi saya nekat mendaftar tanpa sepengetahuan kakak ipar,’’ kata Ponikem.

Selama tiga bulan, Ponikem digembleng kemiliteran di Pusdiklat TNI Kramat Jati, Jakarta. Latihan fisik hingga menembak pun dilakoni. Dia juga merelakan rambutnya dipotong pendek di atas bahu.

‘’Juga latihan menyusup ke area musuh di kebun-kebun. Waktu itu Jakarta masih banyak kebun,’’ kenang warga Jalan Bali, Kota Madiun, Jatim, itu.

Usai pelatihan, Ponikem akhirnya diplot menjadi pasukan garis depan bersama 299 orang lainnya dengan kode Dwikora.

Perinciannya, satu peleton pasukan tempur, satu peleton pasukan terjun payung, dan satu peleton pasukan musik (drumband tentara).

Mereka pun lantas diberangkatkan menuju Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau, via kapal laut selama dua hari dua malam. Di sana Ponikem masih harus berlatih baris berbaris.

Juga ikut pasukan operasi bawah laut menggunakan kapal selam. ‘’Kami juga menyisir pantai dan hutan memantau kemungkinan musuh masuk,’’ ungkap perempuan 74 tahun itu.

Saat melakukan penyisiran, Ponikem dan pasukan lainnya menenteng M1 Garand, senjata laras panjang buatan Amerika yang populer di era Perang Dunia II.

Bertemu hewan liar pun seolah menjadi makanan sehari-hari. ‘’Kalau ingat zaman itu seperti nggak ada takutnya,’’ kata bungsu dari tujuh bersaudara itu.

Di luar misi militer, selama di Kepulauan Riau, Ponikem dan sukarelawati lainnya juga membangun jalan. Mereka membelah tebing beramai-ramai agar bisa dilewati.

Mereka tinggal di mes perawat yang tidak tersedia kamar mandi. ‘’Kalau mandi harus berjalan dua kilometer sampai permukiman penduduk,’’ kenangnya.

Tepat 5 Oktober 1965 setelah upacara HUT Angkatan Darat, sebuah komando dari pusat datang meminta para sukarelawati dan pasukan Dwikora lainnya dipulangkan.

Menyusul adanya peristiwa G 30 S PKI. ‘’Yang dulunya guru kembali jadi guru, pegawai pemerintahan kembali ke posnya,’’ katanya. ***(c1/isd)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bu Mega Ceritakan Upaya Membunuh Bung Karno, Ini Kisahnya


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler