Ponpes Kaltim Tampung Anak-Anak TKI di Tawau

Beri Pendidikan hingga Ijazah Sekolah

Kamis, 07 Oktober 2010 – 14:56 WIB
BARU: Bangunan Pondok Pesantren Mutiara Bangsa yang mampu menampung 120 santri, baru diisi 70 santri. Foto: Thomas Kukuh/KaltimPos Group/JPNN.

SEBATIK - Pendidikan menjadi salah satu perhatian penting bagi masyarakat Pulau Sebatik, KaltimBahkan beberapa tokoh yang tinggal di pulau perbatasan itu mulai menyadari pentingnya pendidikan untuk anak-anak TKI yang telantar di Tawau, Malaysia

BACA JUGA: Bupati tak Hadir, Sekda Mura Batal Dilantik Gubernur

Sejak 2008 lalu, mereka akhirnya berhasil mendirikan pesantren untuk menampung anak TKI yang telantar di negara tetangga itu
Berikut laporan Thomas Kukuh dari Sebatik, Kalimantan Timur

BACA JUGA: 85 CPNS Gagal Kantongi NIP


---------------
PESANTREN Mutiara Bangsa yang bediri di atas tanah seluas lima hektare itu tampak kinclong
Catnya yang terdiri dari kombinasi hijau tua dan muda masih terlihat baru

BACA JUGA: 49 Ribu Rakyat Kebumen Nganggur

Halamannya pun sangat bersihDi kompleks itulah sekitar 70 santri setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) mendapatkan pendidikan agama Islam dan pelajaran umum lainnya

Dari jumlah tersebut, sebagian besar santri merupakan anak-anak TKI yang dulunya telantar di TawauYakni mencapai 40 santriSedangkan sisanya adalah anak penduduk asli Sebatik

Menurut Wakil Ketua Yayasan Mutiara Bangsa Suniman Latasi, Pesantren Mutiara Bangsa memang didirikan khusus untuk anak TKITapi karena masih kekurangan siswa, maka pengurus yayasan pun mengajak penduduk untuk menyekolahkan anaknya di sana”Proses belajar mengajar efektif mulai 2008 lalu,” Suniman saat ditemui 14 September lalu

Sebenarnya Pesantren Mutiara Bangsa sanggup menampung 120 santriSembari terus berupaya menjaring anak-anak TKI di Tawau, pengurus pesantren juga sibuk untuk membenahi dan membangun fisik pesantren itu”Rencananya kami mau membangun musala di tanah kosong,” katanya sambil menunjuk tanah lapang di dekat pintu gerbang”Kalau sekarang masih menggunakan ruang kosong,” imbuhnya

Suniman lalu mengajak berjalan menyisir kompleks pesantrenDi beberapa gedung tampak juga tukang-tukang yang membenahi gedungMisalnya menata lemari-lemari yang ada di gedung asrama santri, membersihkan rumput-rumput di halaman dan lainnya

Pria yang juga merupakan ustaz ternama di Pulau Sebatik itu menceritakan bahwa sebenarnya Pesantren Mutiara Bangsa ini dirintis sejak tahun 2007 silamPembangunan ini berawal dari kunjungan pemerintah pusat ke Pulau SebatikDalam kunjungan itu, pemerintah pusat mengeluhkan tentang pendidikan anak-anak TKI di Malaysia yang sangat memprihatinkan

Keluhan itu langsung ditanggapi beberapa pengurus Yayasan Islam Indonesia Pulau Sebatik (YIIPS) dimana Suniman juga berada di dalamnyaKepada pemerintah, YIIPS mengaku siap untuk membantu pemerintah untuk menangani masalah pendidikan anak-anak TKI

Pemerintah langsung merespons kesanggupan YIIPSHanya dalam hitungan bulan Kementerian Agama langsung mendirikan pondok pesantren yang pengelolaannya diserahkan ke YIIPS”Dulu namanya Pesantren Darul Fikri YIIPSTapi karena ada kebijakan dari pemerintah namannya diganti,” terangnya”Diganti jadi Pesantren Mutiara Bangsa (PMB),” imbuhnya

Menurut Suniman nama Mutiara Bangsa sangat cocok diberikan untuk pesantren yang dipimpinnyaSebab, tujuan dari pesantren tersebut adalah untuk mencari dan membimbing anak-anak TKI yang diibaratkan sebagai mutiara bangsa Indoensia

Muhammad Zainal Abidin, salah seorang santri PMB mengaku sangat senang bisa menempuh pendidikan di SebatikDia menceritakan, sebelumnya menempuh pendidikan setingkat SD di TawauDi negeri Jiran itu Abidin hidup bersama orangtuanya yang bekerja sebagai buruh perkebunan kelapa sawitTapi meski sudah menyelesaikan pendidikan dasar, Abidin tidak mendapatkan ijazah dari pemerintah Malaysia

”Saya diajak saudara (kerabat) sekolah di Sebatik,” ucap santri yang kini kelas 2 SMP ituAkhirnya laki-laki 15 tahun ini dipertemukan dengan Suniman dan dia pun berhak mendapatkan pendidikan di Pesantren Mutiara BangsaDia menceritakan, setiap mendapat libur, dia selalu menyeberang ke Tawau untuk berkunjung ke orang tuanyaSaat media ini berkunjung, hampir semua santri meninggalkan pesantrennya untuk mudik ke Malaysia

Suniman mengaku, saat awal-awal didirikan, pihaknya sering mencari anak-anak TKI yang tinggal di rumah-rumah penduduk SebatikMenurutnya, kedatangan anak-anak TKI tidak tercatat, informasi yang dikumpulkan hanyalah dari mulut ke mulut”Jadi saya yang minta mereka (anak-anak TKI) mau sekolah di sini,” ucapnya

Sebelum pesantren ini berdiri, anak-anak itu bersekolah di sekolah umumMenurut Suniman, mayoritas santri anak TKI secara sadar datang ke Sebatik karena ingin bersekolah dengan layakItu karena di Tawau anak-anak TKI yang orangtuanya tidak memiliki identity card (IC) tidak bisa mendapat pendidikan layakMisalnya tidak bisa mendapatkan ijazah”Makanya mereka datang ke siniKan mereka juga punya keluarga di sini,” imbuhnya

Suniman lalu menceritakan ada santrinya yang bernama Sumarni yang hampir sembilan tahun bersekolah di TawauTapi karena orang tuanya tidak memiliki IC, dia tak kunjung mendapatkan ijazahNah, setelah datang ke Sebatik, Suniman mengusahakan agar santrinya tersebut mendapatkan ijazahDengan perjuangan akhirnya Sumarni berhasil mendapat ijazah Iptidaiyah setingkat SDJadi dia pun tidak perlu mengulang untuk menempuh pendidikan SD di Sebatik, melainkan langsung menjalani pendidikan SMP

Menurut Suniman, jumlah 40 santri adalah jumlah yang sangat sedikit jika dibanding dengan anak TKI telantar di negara bagian Sabah”Data konsulat yang pernah kami dapat, diperkirakan ada sekitar 40 ribu anak TKI berusia wajib sekolah di (negara bagian) SabahTapi hampir sebagian besar tidak dapat pendidikan layak,” ucapnya lalu menghela napas

Jumlah yang sangat banyak itu sesuai dengan jumlah TKI yang mengadu nasib di negara bagian SabahApalagi sudah menjadi rahasia umum bahwa jumlah TKI yang illegal sangat banyakDia menerangkan, konsulat sangat sulit menemukan dan memproses kepulangan anak-anak TKISebab, anak-anak itu lebih banyak bersembunyi di kantong-kantong TKI yang banyak berada di hutan karena pekerjaan orangtuanya di perkebunan

Kata Suniman, terlalu beresiko jika anak-anak itu berkeliaran untuk mendapatkan sekolah apalagi pergi ke konsulat untuk melaporkan diriSebab, jika tidak memiliki izin tinggal dan orangtua mereka ilegal, maka anak-anak itu bisa tertangkap

”Makanya konsulat kesulitan mengumpulkan mereka,” ucapnyaNamun bukan berarti tidak ada usaha pemerintah Indonesia untuk menjaring anak-anak TKIBuktinya Selasa (19/10) mendatang, konsulat akan mengirim sekitar 40 anak ke Pesantren Mutiara Bangsa untuk menjadi santri barunyaItu adalah hasil dari upaya pencarian anak-anak telantar yang telah dibantu oleh beberapa pihak

Suniman mengaku susah-susah gampang mengurus anak-anak TKISalah satu yang sangat sulit adalah mengajarkan ke-Indonesiaan kepada merekaMisalnya butuh waktu berhari-hari mengajarkan lagu Indonesia Raya”Mereka sangat kesulitanTapi kalau nyanyi Negaraku (lagu kebangsaan Malaysia) sangat lancar,” ucapnya lantas tertawa

Tapi anak-anak itu sangat senang mempelajarinya, dan mulai banyak bisa bernyanyi lagu kebangsaan Indonesia”Yang penting kami harus menanamkan rasa bangga menjadi anak Indonesia,” tegasnya.(tho/gus/jpnn)




BACA ARTIKEL LAINNYA... Bupati Tanggung Biaya Pengobatan Pengungsi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler