BACA JUGA: GORONTALO: Aturan Baru, Telat Sosialisasi
Kondisi ini terjadi merata di Indonesia“Banyak siswa yang menganggap remeh pada mata pelajaran yang merupakan bahasa ibu, sehingga banyak murid yang tidak lulus,” kata Dedy Ari Asfar, peneliti Bahasa di Balai Bahasa Kalimantan Barat.
Menurutnya, karena mengganggap remeh pada mata pelajaran bahasa Indonesia
BACA JUGA: GORONTALO : Bekali Guru dengan Kompetensi
Pelajaran ini dipandang sebelah mataBACA JUGA: UN Ulang, Cilegon Optimis, NTT Pesimis
“Di sekolah atau di luar sekolah malah yang sering dileskan pelajaran lainMestinya bahasa Indonesia juga diberikan pelatihan yang maksimalBahasa Indonesia harus jadi mata pelajaran yang penting,” jelasnya.
Lanjutnya, pusat bimbingan jarang ditemui mata pelajaran bahasaPadahal banyak hal yang bisa dipelajari dari mempelajari bahasaSeperti bagaimana membaca cepat, mempelajari ejaan yang disempurnakan, dan belajar menumbuhkan minat baca“Minat baca anak sudah mulai berkurangBisa jadi karena jarangnya belajar wacana, siswa menjadi malas untuk membacaKarena itu soal unas bahasa Indonesia yang banyak wacananya menjadi faktor kegagalan,” urainya.
Hal itu dibenarkan Agus Syahrani, staf Pengajar Bahasa Indonesia FKIP UntanDampak dari menurunnya minat baca siswa memengaruhi kualitas bahasa anakDalam pelajaran Bahasa Indonesia, anak mesti diajari cara belajar membaca cepat“Untuk tahun ini, hampir 60 persenIsi soal bahasa Indonesia ialah wacanaSiswa harus membaca terlebih dahulu wacana itu baru bisa mengisi soal ujian,” katanya.
Saat menjadi pengawas lapangan siswa ujianIa berbicara kepada siswaSiswa mengeluh karena kekurangan waktu mengisi soalAkibat kebanyakan wacana“Anak-anak sebenarnya bisa mengisi soal, yang menjadi kendala ialah waktu, karena itu sebenarnya hanya dari sisi cara membaca cepat, banyak anak yang membaca berulang-ulang wacana, karena mereka harus membaca soal terlebih dahulu,” ceritanya.
Akibat dari kurangnya minat baca tersebut, banyaknya soal wacana bisa membuat anak bosan membaca, jadi harus menumbuhkan minat baca terlebih dahulu“Kalau anak kurang suka membaca, lima soal saja bisa buat anak dropBagaimana lagi kalau wacananya banyak karena itu membuat anak menjadi malas membaca,” jelasnya.
Anggapan sepele Bahasa Indonesia juga diakui Martono, ketua Jurusan Bahasa Indonesia pada FKIP UntanIa mengatakan hingga saat ini, belum ada pusat bimbingan pelajaran Bahasa Indonesia“Pusat bimbingan yang banyak ialah bahasa Inggris, Matematika, Mandarin, sementara bahasa keseharian kita tidak diperhatikan,” katanya.
Ia berharap ada inovasi cara mengajar guru bahasa IndonesiaSelama ini, guru sudah mulai menambah wawasan bagaimana memberikan metode mangajar yang mudah dan menarik“Guru bahasa Indonesia sudah banyak yang mengikuti seminar-seminar tentang pembelajaran, sehingga bisa memberikan inovesi baru kepada murid,” urainya.
Tingkat kegagalan yang terjadi di Pontianak, lebih banyak dibanding daerah perkotaan, ialah faktor lingkungan“Di kota lebih siswa sudah terpengaruh dengan lingkungan sekitar, sehingga menganggap unas ialah hal yang biasa, selain itu anak kabupaten punya keinginan besar untuk bisa lulus sekolah karena mereka ingin melanjutkan kuliah di kota, motivasi belajar anak di kabupaten akan lebih intens dibandingkan dengan kotaSehingga keinginan untuk bisa lulus lebih besar,” akunya.
Saat ditanya, apakah tingkat kejujuran di kabupaten perlu dipertanyakan, ia membantah“Pengawasan di kabupaten sama dengan di kota, tidak ada perbedaanJangan menganggap kabupaten tidak jujurJika pengawasan di kota ada dua orang, di kabupaten jugaDi kabupaten juga ada polisi yang ikut mengawasi,” jelasnya(tin/aj/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... LAHAT: Rayakan Kelulusan, Pesta Ganja
Redaktur : Auri Jaya