jpnn.com, JAKARTA - PP Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih dan Tajdid telah mengeluarkan fatwa haram pada kripto baik sebagai investasi maupun alat tukar.
Anggota Divisi Kajian Ekonomi Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Mukhlis Rahmanto mengatakan fatwa dikeluarkan karena kripto cenderung mengandung unsur ketidakpastian (gharar), perjudian (maisir), belum disahkan negara sebagai mata uang resmi.
BACA JUGA: Tok! PP Muhammadiyah Haramkan Kripto untuk Investasi dan Alat Tukar
Selain itu, masyarakat belum sepenuhnya paham mengenai mata uang digital ini sehingga sangat berisiko.
Kendati demikian, Mukhlis mengatakan masih ada kemungkinan perubahan pandangan seiring dengan perkembangan teknologi.
BACA JUGA: Indodax Ungkap PR Besar Aset Kripto Lokal, Awas Kalah Saing!
Menurutnya, cryptocurrency besar kemungkinan ke depan akan mengalami perubahan seiring perkembangan teknologi. Banyak pengamat yang memprediksi fenomena kripto ini akan menjadi salah satu bagian penting dari perkembangan ekonomi digital yang tidak terhindarkan.
“Hemat pandangan pribadi saya, ke depan bisa saja terjadi perubahan fatwa tentang cryptocurrency, baik sebagai instrumen investasi maupun alat tukar, jika misalkan beberapa persyaratan pentingnya bisa terpenuhi,” kata alumni Universitas Al Azhar Kairo itu seperti dikutip dari laman resmi Muhammadiyah.or.id, Kamis (20/1).
BACA JUGA: Simak, Prediksi Aset Kripto Pada 2022
Majelis Tarjih menyadari bahwa fatwa bersifat dinamis karena merupakan respons terhadap pertanyaan yang diajukan oleh mustafti (peminta fatwa).
Oleh karena itu, fatwa keagamaan akan selalu tumbuh dan berkembang bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya umat Islam.
Misalnya, Majelis Tarjih pernah mengeluarkan fatwa keharaman melukis dan menggambar, namun kemudian berubah jadi boleh dengan syarat tidak jadi sesembahan.
Mukhlis menerangkan bahwa Majelis Tarjih memandang polemik mata uang kripto ini dipandang dari dua sisi yakni sebagai instrumen investasi dan alat tukar.
"Bagaimana pun, kripto sebagai instrumen investasi hukumnya haram, sebab tidak ada underlying asset (aset dasar) yang mengakibatkan pergerakannya liar. Tak jarang banyak investor yang tiba-tiba menjadi milyader, namun tidak sedikit juga yang tiba-tiba malah menjadi miskin melarat, sehingga sifat gharar dan maisir begitu kentara di aset kripto ini," bebernya.
Namun, mata uang digital kripto harus terpenuhi beberapa syarat seperti adanya underlying asset dan kepastian hukum dari negara.
Menurut Mukhlis, jika kedua aspek ini telah terpenuhi, maka dapat meminimalisir unsur gharar dan maisir, sehingga boleh jadi akan berubah pula status hukumnya.
"Sebab, sekiranya belum ada kepastian hukum, investor tidak dapat melapor ke polisi dan membawa kasusnya ke pengadilan bila terjadi penipuan," ucap Mukhlis.
Dia juga menegaskan untuk menjadi alat tukar, cryptocurrency harus memenuhi setidaknya dua syarat, yaitu diterima oleh masyarakat dan disahkan oleh negara.
Muhklis menambahkan sepanjang adat kebiasaan masyarakat belum mengakuinya sebagai alat tukar dan instrument investasi, pun negara belum meresmikan entitasnya, status mata uang kripto akan tetap haram hukumnya.
"Bila kedua syarat ini terpenuhi, besar kemungkinan Fatwa Tarjih juga akan mengalami perubahan," katanya.
Mukhlis mengimbau agar masyarakat berhati-hati terhadap sesuatu yang belum dikenali secara pasti seperti kripto.
"Fatwa Tarjih tentang mata uang digital kripto dapat menjadi pegangan untuk sementara waktu," tegas Mukhlis. (mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia