PPATK Beberkan LHA Aliran Dana Korupsi Miliaran Rupiah

Kamis, 19 April 2018 – 05:30 WIB
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin. Foto: Gunawan Wibisono/JawaPos.Com

jpnn.com, JAKARTA - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin membeber sejumlah hasil analisis terkait aliran dana dugaan tindak pidana korupsi.

Ini disampaikannya saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (18/4).

BACA JUGA: PPATK Temukan Transaksi Mencurigakan Pilkada Serentak 2018

Kiagus memaparkan bahwa PPATK telah menyampaikan sembilan laporan hasil analisis (LHA) atas sembilan kasus terkait tipikor yang melibatkan seluruhnya lima oknum anggota Polri, satu oknum hakim dan dua oknum jaksa.

“Dengan total nilai mencapai Rp 16,3 miliar,” kata Kiagus.

BACA JUGA: Respons PPATK soal Dugaan Duit e-KTP untuk Puan dan Pramono

Selain itu, Kiagus juga membeber ada satu LHA atas satu kasus tipikor yang melibatkan 14 pelaku yang profilnya diketahui sebagai oknum pegawai lembaga pemasyarakatan, anggota Polri dan pegawai Badan Narkotika Nasional (BNN).

“Dengan jumlah total mencapai Rp 8,5 miliar,” tegasnya.

BACA JUGA: Gandeng PPATK, Polri Telusuri Jejak Duit Surabaya Black Hat

Kiagus melanjutkan, PPATK juga sudah menyampaikan tiga LHA atas tiga kasus tipikor terkait pejabat pemerintah yang terdiri dari dua oknum Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan satu oknum Kementerian Perhubungan.

Sedangkan terkait kasus korupsi proyek kartu penduduk elektronik (e-KTP), Kiagus melanjutkan, PPATK telah mendukung upaya penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi KPK) dalam penelusuran transaksi keuangan yang menggunakan penyedia jasa keuangan dan penyedia barang dan jasa. Hal ini dalam rangka memperkuat indikasi pencucian uang dan penelusuran aset.

“Sejauh ini PPATK telah menyampaikan 12 hasil analisis kepada penyidik KPK,” katanya.

Kiagus menambahkan untuk kasus pembelian Helikopter AW 101 nilai pengadaan berdasarkan kontrak Rp 514 miliar tapi diduga dimarkup menjadi Rp 738 miliar. Sehingga negara diduga dirugikan Rp 224 miliar. Tiga oknum TNI telah dijadikan tersangka dalam kasus ini.

“PPA TK telah menyampaikan hasil analisis terkait kasus ini kepada KPK, serta informasi transaksi keuangan ke Panglima TNI dan KASAU,” ujarnya.

Berdasar analisis transaksi, kata dia, ditemukan bahwa terdapat selisih antara dana yang dikeluarkan untuk pembayaran pengadaan helikopter dengan dana yang dibayarkan atau diterima oleh perusahaan penyedia barang dengan nilai lebih dari Rp 150 miliar.

Kiagus menuturkan, diketahui terdapat aliran dana oleh perusahaan penyedia barang ke luar negeri dengan nilai terbesar ke Singapura dan Inggris dengan total Rp 340 miliar yang diduga untuk pembayaran pembelian helikopter.

“Adapun transaksi ke Singapura diajukan ke perusahaan yang terafiliasi dengan perusahaan penyedia barang,” katanya.

Tidak sampai di situ saja, PPATK juga membeberkan persoalan perpajakan. Dalam kasus perpajakan, PPATK menemukan adanya pola penggunaan rekening pribadi untuk mengirimkan dana kepada perusahaan yang tidak patuh pembayaran pajaknya.

Dia menjelaskan, aliran dana teridentifikasi keluar dari rekening ABC ditujukan ke rekening beberapa perusahaan miiknya terutama kepada PT DEF dan XYZ.

Kedua perusahaan tersebut diketahui tidak pernah melaporkan kewajiban perpajakannya sejak 2006 dan 2007.

PT XYZ berdasarkan pemberitaan media massa diketahui melakukan tindak pidana mengimpor gula dari luar negeri secara tidak sah dan memasukkan barang tersebut ke dalam PT IGN.

“Sehingga dalam hal ini diduga terdapat usaha dari PT ABC melakukan penghindaran pajak dengan memindahkan dananya kepada perusahaannya,” katanya.

Selain itu, ada pula yang pola penggunaan rekening pribadi untuk menampung dan hasil usaha.

Dia mencontohkan, Mr A memiliki usaha sebagai pedagang handphone yang teridentifikasi menerima dana masuk senilai lebih dari Rp 1,2 triliun periode Januari 2012 sampai Desember 2016 ke rekening pribadinya.

“Terdapat dugaan bahwa Mr A sebagai pengusaha handphone menyembunyikan hasil penjualan untuk menghindari kewajiban pembayaran pajak,” katanya.

PPATK juga menemukan adanya pola perusahaan yang tidak melaporkan kegiatan usaha dan hasil usaha yang sebenarnya kepada Direktorat Jenderal Pajak.

Berdasar informasi laporan keuangan dan surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak, PT ASD berusaha di bidang penjualan kendaraan bermotor dan melaporkan kerugian fiskal pada 2014 dan 2015.

Namun, ujar Kiagus, berdasar hasil analisis PPATK diketahui bahwa PT ASD tidak berusaha dalam bidang tersebut. Rekening yang bersangkutan dipergunakan menampung hasil penjualan dari usaha lain seolah-olah dari usaha penjualan kendaraan bermotor.

“Sehubungan dengan hal tersebut patut diduga bahwa PT ASD mempunyai usaha yang belum dilaporkan dalam SPT. Terinformasi bahwa PT ASD tidak ikut dalam program tax amnesty,” kata Kiagus. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Ada Kerugian Negara di Analisis PPATK Soal Kasus AW 101


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
PPATK  

Terpopuler