jpnn.com, JAKARTA - Kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang mengubah sistem PPDB (pendaftaran peserta didik baru) 2020 dengan tidak melihat nilai sejatinya sudah tepat.
Menurut Plt Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kementerian Pendidkan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hamid Muhammad, kebijakan Dinas Pendidikan (Disdik) yang tidak menggunakan nilai dalam PPDB tidak melanggar aturan.
BACA JUGA: Orang Tua Murid Tuntut Zonasi PPDB DKI Diulang
Bahkan, seharusnya kebijakan tersebut sudah dilakukan pada 2017.
"Jadi yang dilakukan DKI ini harusnya diterapkan pada 2017. Nilai tidak dijadikan syarat utama. Yang dilihat adalah di antaranya jarak dan usia. Namun, untuk usia itu adalah persyaratan paling terakhir," kata Hamid menanggapi kisruh PPDB DKI Jakarta.
BACA JUGA: Terima Banyak Aduan SKD Palsu di PPDB, Ini yang Dilakukan Disdik Jatim
Dia melanjutkan, PPDB DKI Jakarta masih ada kekurangannya di persentase zonasi. Di mana dalam Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 Tentang PPDB TK SD SMP SMA SMK pasal 11 menyebutkan, pendaftaran PPDB dilaksanakan melalui jalur sebagai berikut:
a. jalur zonasi, dengan ketentuan paling sedikit 50% dari daya tampung sekolah.
BACA JUGA: Beredar Video Pengambilalihan Tahta, Langsung Heboh, Viral
b. Jalur afirmasi, dengan ketentuan paling sedikit 15% dari daya tampung sekolah.
c. perpindahan tugas orang tua/wali, dengan ketentuan paling banyak 5% dari daya tampung sekolah.
d. prestasi, sisa kuota dari pelaksanaan dari jalur zonasi, afirmasi dan perpindahan siswa atau orang tua.
"Meski begitu tetap harus diapresiasi sudah ada perubahan. Artinya Disdik DKI Jakarta perlahan-lahan mulai menghapuskan syarat nilai dalam PPDB," tandasnya.
Sementara Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendesak Pemprov DKI Jakarta meninjau ulang pelaksanaan PPDB.
Menurut Wasekjen FSGI Satriwan Salim, secara yuridis formal, kebijakan PPDB DKI untuk alokasi afirmasi dan zonasi yang memprioritaskan usia calon peserta didik alih jenjang, berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta No 501 tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis PPDB 2020 berpotensi menyalahi Permendikbud No 44 Tahun 2019.
Sebab, di dalam Pasal 25 ayat 1 Permendikbud No 44/2019 mengatakan bahwa: "Seleksi calon peserta didik baru SMP (kelas 7) dan SMA (kelas 10) dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam zonasi yang sama."
"Nah, di sini sangat jelas sekali frasenya tertulis yaitu dilakukan dengan memprioritaskan jarak. Jelas sekali prasyaratnya bukanlah usia, melainkan jarak!," tegas Satriwan.
Dia melanjutkan, ayat 2 menjelaskan bahwa jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan sekolah sebagaimana maksud ayat 1 sama, maka seleksi untuk pemenuhan kuota/daya tampung terakhir menggunakan usia peserta didik yang lebih tua.
"Jadi sebenarnya sudah sangat clear di dalam pasal ini, bahwa patokan PPDB zonasi itu adalah jarak rumah siswa dengan sekolah, bukan seleksi berdasarkan usia," cetusnya.
"Adapun seleksi prioritas usia tertua bisa dilakukan jika jarak rumah calon siswa dengan sekolah adalah sama," sambungnya.
Kenyataannya, lanjut Satriwan, di sekolah-sekolah negeri di DKI berkata lain, misal di SMA Negeri X dan SMP Negeri Y (yang FSGI coba wawancarai, tak mau disebutkan nama sekolahnya oleh narasumber).
Penerimaan siswa jalur afirmasi kuotanya sebesar 25 % dari daya tampung di sekolah tersebut. Nah, ketika calon siswa mendaftar ke sekolah, secara otomatis by system maka yang bisa ikut pendaftaran afirmasi adalah para siswa yang usianya di atas atau lebih tua.
Misalnya usia 19; 18; 17. Diambil dari 1-25 dengan usia tertinggi tersebut.
Otomatis usia di bawahnya tak bisa mendaftar atau langsung tertolak oleh sistem, sebab kuotanya sudah terpenuhi.
Lebih mengkhawatirkan lagi, prasyarat utama usia ini juga diberlakukan bagi jalur zonasi (jarak) yang di DKI Jakarta alokasinya sebesar 40 persen.
Sama dengan contoh di atas tadi. Artinya calon siswa pendaftar yang usianya di bawah, jika melampaui kuota di sekolah, maka yang akan diambil adalah usia tertua.
"Pada konteks inilah kebijakan dan pelaksanaan PPDB DKI berpotensi diskriminatif dan bertentangan dengan Permendikbud Nomor 44/2019," terang Satriwan. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad