jpnn.com, JAKARTA - Dasar pertimbangan penerapan sistem zonasi dalam PPDB (pendaftaran peserta didik baru) adalah untuk memberikan proteksi kepada masyarakat kelompok menengah ke bawah.
Menurut Plt Dirjen Pendidkan Dasar Menengah dan Pendidikan Anak Usia Dini (Dikdasmen dan PAUD) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hamid Muhammad, selama empat tahun terakhir aturan zonasi sudah dilakukan dengan berbagai ketentuan yang hampir sama. Yaitu prinsip-prinsipnya transparan akuntabel, dan objektif.
BACA JUGA: BOS Afirmasi dan Kinerja Kurangi Beban Finansial Sekolah Swasta
"Sejak 2017 diberlakukan zonasi dalam PPDB, prinsip transparan, akuntabel, dan objektif selalu diterapkan. Yang berubah adalah persentase pada setiap jalur," kata Hamid dalam konpers daring yang diselenggarakan Kemendikbud dan Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Selasa (30/6).
Dia menjelaskan, awalnya persentase zonasi 90 persen. Namun kemudian berubah persentasenya disesuaikan dengan kebijakan masing-masing daerah.
BACA JUGA: Pernyataan Terbaru Nahdiana soal PPDB Jakarta, Alhamdulillah
Kemendikbud hanya memberikan aturannya dan teknis pelaksanaannya daerah yang menentukan.
Dia menjelaskan, PPDB zonasi sebenarnya disusun berdasarkan sejumlah fakta di mana banyak anak-anak dari kelompok menengah ke bawah tersingkir dengan sistem seleksi menggunakan nilai ujian nasional (UN).
BACA JUGA: Baim Wong: Satu Persen pun Gue Enggak Ada Pemikiran ke Sana
Di mana anak-anak yang nilainya tinggi biasanya berasal dari kelompok masyarakat menengah ke atas dengan segala fasilitas.
Anak-anak kelompok menengah ke atas inilah yang bisa lolos di sekolah negeri bagus. Sedangkan anak-anak kelompok menengah ke bawah tersingkir oleh sistem.
"Yang harus diingat, kenapa zonasi dibuat Kemendikbud, karena banyak anak-anak dari kelompok menengah ke bawah tersingkir dari sekolah yang sebenarnya dekat dengan rumahnya dan terlempar ke wilayah yang tidak bisa memproteksinya," tuturnya
Kemendikbud, lanjutnya, terus melakukan sosialisasi kepada pemda agar memberikan porsi zonasi yang lebih besar.
Tahun ini pemerintah lewat Permendikbud nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB sudah mengatur minimal zonasi 50 persen.
Kemendikbud juga selalu memberikan ruang kepada pemda untuk menyesuaikan dengan kondisi daerah dalam menerapkan aturan. Dengan catatan, masalah transparansi, akuntabilitas dan objektivitas harus dikedepankan.
"Dan, yang harus diutamakan adalah jalur afirmasi terhadap masyarakat yang tidak mampu. Mereka harus menjadi perhatian pemda. Sebab, mereka tidak ada pilihan lain mendapatkan sekolah di lingkungannya atau tersingkir ke berbagai daerah yang tidak ada satupun orang yang memproteksinya," paparnya.
Pada kesempatan sama Kadisdik DKI Jakarta Nahdiana mengatakan, jalur zonasi di DKI hanya 40 persen sebab dialihkan untuk jalur afirmasi dan prestasi.
Di mana untuk afirmasi dari 20 persen menjadi 25 persen karena harapannya adalah masyarakat dari ekonomi lemah bisa tertampung. Sedangkan jalur prestasi 30 persen. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad