jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah menyikapi pro kontra RUU Kesehatan (omnibus law).
Dia menilai materi RUU Kesehatan akan sangat memengaruhi perjalanan profesi perawat ke depannya.
BACA JUGA: Dinilai Mampu Membawa Perubahan Besar, RUU Kesehatan dapat Banyak Dukungan
PPNI sangat mendukung perubahan kearah lebih baik dari sistem Kesehatan di Indonesia, tetapi perlu mengkritisi substansi yang justru akan menjadi kontra produktif dengan tujuan awal.
Pertama, substansi RUU berpotensi menghilangkan sistem yang sudah mulai baik terbangun dengan mencabut beberapa Undang-undang yang masih sangat relevan dan justru keberadaan undang-undang tersebut untuk menunjang perbaikan sistem Kesehatan antara lain adalah UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan.
BACA JUGA: Laporan Musda ke-X PPNI Jakarta Utara: Perawat Makin Sejahtera dan Terlindungi
Dengan mencabut UU Keperawatan tersebut dan tidak mensubstitusi norma-norma esensial yang sangat dibutuhkan profesi perawat akan mengembalikan posisi perawat kepada kondisi 30 tahun silam dalam sistem kesehatan.
“Sebagaimana tertuang dalam naskah akademik dan konsideran yang menjadi latarbelakang dari UU 38/2014 tentang Keperawatan, pengaturan Keperawatan adalah untuk menjamin penyelenggaraan pelayanan keperawatan yang bertanggungjawab, akuntabel, bermutu, aman, terjangkau dan dilakukan oleh perawat yang memiliki kompetensi, kewenangan, etik, dan bermoral yang tinggi,” jelas Harif, dalam keterangannya, Selasa (18/4).
BACA JUGA: PB IDI Minta Pembahasan RUU Kesehatan Dihentikan, Uni Irma Menghajar Balik
Tujuan tersebut tergambar dalam batang tubuh Undang-undang Keperawatan dan peraturan pelaksanaan yang sudah sebagian besar terbit dan kalau dilihat adalah bukan hanya kepentingan perawat tetapi lebih besar kepentingan masyarakat.
Pencabutan UU Keperawatan akan serta merta mendegradasi profesi Perawat Indonesia yang saat ini sedang berkembang untuk kompetisi Global dan meletakkan profesi perawat pada kondisi tidak punya landasan pengembangan profesi yang kuat serta berpotensi menimbulkan masalah, konflik yuridis, sosial profesi, dan sistem pelayanan Kesehatan.
Kedua, dalam draf RUU Kesehatan masih tampak tidak sungguh-sungguh untuk mereformasi sistem kesehatan khususnya sumberdaya Kesehatan masih diskriminatif dalam pengaturannya. RUU Kesehatan dijabarkan tentang kualifikasi sumber daya kesehatan dengan berbagai aspeknya adalah Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan.
"Hal ini menimbulkan persoalan tersendiri dikemudian hari maka akan ada turunan regulasi dan kebijakan yang berbeda dar isisi porsi dan prioritas sebagaimana jauh sebelum penataan sistern Kesehatan di Indonesia melalui Undang-undang Profesi masing-masing," ujar Harif.
Pembedaan tersebut menyebabkan adanya ketidaksetaraan dalam pelayanan akan menyebabkan hambatan dalam koordinasi dan kolaborasi,yang saat ini sedang dikembangkan didunia adalah interkolaborasi dalam pelayanan Kesehatan dimana seluruh sumberdaya Kesehatan harus berfokus kepadapasien/klien dan akhirnya akan menjadi pelayanan yang lebih efektif dan berkualitas bagi masyarakat.
Ketiga, ada potensi mengurangi peran masyarakat madani dalam khasanah Kesehatan di Indonesia, yaitu organisasi profesi sebagai wadah menyalurkan aspirasi.
Keempat, RUU Kesehatan berpotensi memberi kemudahan perawat asing bekerja di Indonesia yang mengikuti kebijakan investasi, jika secara teknis tidak ketat maka akan menjadi ancaman karena mempersempit kesempatan kerja lulusan perguruan tinggi keperawatan Indonesia. Jumlah lulusan Perguruan tinggi perawat di Indonesia sudah mencapai 65.000-75.000 per tahun.
"Oleh karena itu, PPNI secara tegas menolak substansi RUU Kesehatan yang dinilai mendegradasi profesi perawat Indonesia," beber Harif.
PPNI juga mendesak pihak-pihak yang berkompeten untuk melakukan pelurusan atas RUU Kesehatan OBL agar memerhatikan aspirasi perawat agar UU No.38 tahun 2014 tidak dicabut atau setidak-tidaknya berbunyi UU 38 tahun 2014 tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan.
Untuk menyampaikan aspirasi ini sejumlah perwakilan PPNI akan melakukan aksi penyampaian aspirasi tersebut yang direncanakan pada Rabu, tangga l19 April 2023. (jlo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh