jpnn.com, JAKARTA - Kotak suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 berbahan karton kedap air dipersoalkan. KPU memastikan kotak suara tersebut aman.
Anggota Komisi II DPR Achmad Baidowi menjelaskan dalam penjelasan Pasal 341 Ayat 1 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pemilu, kotak suara harus transparan, yakni bisa dilihat dari luar.
BACA JUGA: Pengakuan La Nyalla Jadi Bukti Daya Rusak Fitnah ke Jokowi
Dia menambahkan Panitia Khusus (Pansus) Rancangan UU (RUU) Pemilu saat itu memandang norma ini lahir untuk meminimalisir kecurangan di kotak suara.
Norma sebagaimana di poin 1 tersebut kemudian diturunkan dalam Pasal 7 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 Tahun 2018.
BACA JUGA: Yusril Makin Lengket dengan Jokowi, PBB Tetap Bebaskan Kader
Pada intinya menyebutkan kotak suara terbuat dari karton kedap air yang salah satu sisinya transparan.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi II DPR, pemerintah, KPU dan Bawaslu, sempat terjadi perdebatan terkait bahan kotak suara yang memenuhi ketentuan transparan sebagaimana diamanatkan UU. Nah, ujar Baidowi, KPU kemudian melakukan simulasi terhadap usulan.
BACA JUGA: La Nyalla Tobat, Jokowi Diprediksi Rebut Madura
Opsi pertama, kotak suara berbahan aluminium dengan satu sisi kaca transparan. Namun, biaya mahal, rawan pecah dan pengerjaanya lama sehingga dikhawatirkan tidak selesai tepat waktu.
Opsi kedua, dibuat dengan bahan karton kedap air, salah satu sisi transparan, dinilai lebih murah, dan pengerjaannya bisa tepat waktu serta simpel dalam penyimpanan maupun pendistribusiannya.
Hal ini seperti yang diterapkan pada Pemilu 2014 di sebagian tempat pemungutan suara (TPS).
Menurut Baidowi, RDP memutuskan penggunaan karton kedap suara dengan semangat efisiensi.
Sebab, di saat bersamaan biaya pemilu membengkak karena jumlah TPS naik hampir dua kali lipat akibat pembatasan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) maksimal 300 orang di setiap TPS.
Hal ini berkonsekuensi terhadap kebutuhan logistik dan penambahan petugas.
Ada penambahan jumlah anggota KPU beberapa provinsi turut menambah beban anggaran. Kemudian ada pencetakan alat peraga kampanye (APK) peserta pemilu yang dapat difasilitasi KPU.
Penambahan biaya pemilu juga imbas dari perubahan status Bawaslu kabupaten/kota yang menjadi permanen serta biaya pelatihan saksi.
"Semua fraksi di Komisi II DPR menyetujui hasil RDP tersebut," kata Baidowi kepada JPNN, Minggu (16/12).
Karena itu, Baidowi mengingatkan, tudingan desain kotak suara berbahan karton kedap air untuk skenario kecurangan harus dibuang jauh-jauh. Hal ini mengingat seluruh partai politik (parpol) melalui perwakilannya di parlemen mengikuti proses pembahasan.
Bahkan, ujar Baidowi, komposisi pimpinan Komisi II DPR terdiri dari Golkar, PKB, Gerindra, PKS dan Demokrat. Artinya, unsur pimpinan mewakili kelompok koalisi pemerintah dan oposisi saat pengambilan keputusan. "Maka dari itu, niat untuk kecurangan melalui desain ini harus dikesampingkan," katanya.
Lebih lanjut wakil sekretaris jenderal (wasekjen) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengingatkan, selain di Pemilu 2014, kotak suara berbahan karton kedap air dengan satu sisi transparan ini juga diujicobakan pada sejumlah pilkada di daerah yang kekurangan kotak suara. "Semuanya berjalan lancar," tegasnya.
Baidowi menambahkan mahalnya anggaran Pemilu 2019 karena faktor penyelanggaraannya. Yakni jumlah TPS naik hampir dua kali lipat yang berimplikasi terhadap penambahan logistik dan honor kelompok penyelenggar pemungutan suara (KPPS). Kemudian, penambahan personel KPU di beberapa provinsi, bawaslu kab/kota permanen berimplikasi pada anggaran, serta biaya pelatihan saksi.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemenag Ingatkan ASN Tak Terpengaruh Godaan Tahun Politik
Redaktur & Reporter : Boy