jpnn.com - JAKARTA - Langkah Calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto menarik diri dari proses pemilihan presiden sangat disayangkan oleh banyak kalangan.
Padahal, saat itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) tinggal merampungkan rekapitulasi akhir provinsi DKI Jakarta, Papua, dan Sumatera Utara, untuk melengkapi rekapitulasi 29 provinsi yang telah selesai sebelumnya.
Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Gun Gun Heryanto mengtatakan, apa yang dilakukan oleh capres nomor urut 1 itu sangat tidak elegan dan menjadi antiklimaks dari langkah besarnya selama ini.
“Saya katakan antiklimaks, karena dari berbagai tahapan sejak pencapresan, masa kampanye, dan lain-lain, sebenarnya banyak yang mengapresiasi langkahnya yang mengaku akan menjunjung tinggi proses demokrasi,” katanya kepada INDOPOS (Grup JPNN), kemain (22/7).
Dia menjelaskan, harusnya Prabowo tidak terburu-buru. Hormati dulu KPU sebagai penyelenggara pemilu untuk menuntaskan rekap nasional baru kalau ada ketidaksepakatan dan keberatan bisa menggugat lewat Mahkamah Konstitusi (MK).
BACA JUGA: Amien: MK Bukan Opsi Lagi
Lebih lanjut, Gun Gun menyatakan apa yang dilakukan Prabowo perlu dikhawatirkan akan menstimulasi hubungan antagonistik di masyarakat. Bukannya berakhir tapi bisa makin memperuncing.
“Padahal bangsa Indonesia sudah cukup terpolarisasi tajam selama tahapan pilpres berlangsung,” tambahnya.
Masyarakat, kata Gn Gun, butuh kepastian dan kenyamanan. Salah satunya kepastian siapa yang memenangi pilpres. “Hal lebih besar harusnya dipertimbangkan oleh Prabowo yakni kohesi sosial,” pungkasnya. (dli)
BACA JUGA: Kubu Prabowo Klaim Akan Terus Berjuang Hingga ke MK dan DPR
BACA JUGA: KSAD: Saya Bukan Pengkhianat
BACA ARTIKEL LAINNYA... Inilah Tokoh yang Dorong Prabowo Tolak Hasil Pilpres
Redaktur : Tim Redaksi