Prabowo-Jokowi Bersaing Ketat di Media Sosial

Sabtu, 05 Juli 2014 – 03:21 WIB

jpnn.com - JAKARTA –  Persaingan antara Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dengan Joko Widodo-Jusuf Kalla merambah ke dunia maya. Berdasarkan hasil riset konsultan komunikasi dan media berbasis digital, Digimed, kontestasi kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden itu bersaing ketat di media sosial.

Jejaring sosial Facebook dan Twitter menjadi instrumen pembentuk opini yang paling banyak digunakan dalam kampanye pilpres 2014. "Dari hasil riset, persaingan antara kedua kandidat berlangsung sangat ketat," kata Direktur Digimed Consulting, Aidil Muladha di Jakarta, Jumat (4/7).

BACA JUGA: Dukungan Rustriningsih Bakal Dongkrak Suara Prabowo

Aidil menjelaskan, daya tarik Jokowi-JK terletak pada figur keduanya. Dengan kata kunci "Jokowi-JK”, duet usungan PDIP, Hanura, NasDem dan PKB itu membanjiri 68 persen di Twitter dan 51 persen di Facebook.

Sedangkan daya tarik utama Prabowo-Hatta terletak pada karakter yang ditonjolkan. Hal itu terlihat pada besaran kata kunci 'Indonesia Bangkit' sebesar 74 persen di Twitter dan 'Presiden Tegas' sebanyak 44 persen di Facebook.

BACA JUGA: Eks Danjen Kopassus Ingatkan Pilpres Bukan Untuk Hancur-Hancuran

Namun, kampanye hitam dan fitnah di medsos juga mendominasi. Baik untuk Jokowi-JK maupun Prabowo-Hatta, keduanya tak lepas dari sasaran kampanye hitam.

Menurut analis politik Digimed Consulting, Anton Aliabbas, kampanye hitam dan fitnah untuk pasangan Prabowo-Hatta di Facebook didominasi isu Prahara (27 persen), Presiden Kuda (26 persen) dan Orba (26 persen).

BACA JUGA: Dianggap Terlalu Tua JK Diminta Pensiun

Sedangkan di Twitter, kampanye negatif dan fitnah dengan persentase tertinggi berturut-turut adalah Nazi (25 persen), Orba (17 persen) dan Prahara (13 persen).

Untuk pasangan Jokowi-JK, isu untuk kampanye hitam dan fitnah yang digunakan di Facebook adalah kata-kata Tua (21 persen), Pencitraan (17 persen), Capres Boneka (14 persen). Di Twitter, isu yang mendominasi adalah kata-kata Tua (22 persen), Komunis (21 persen) dan Pencitraan (19 persen).

Menanggapi itu, dosen Swiss German University, Muninggar Sri Saraswati mengatakan ketatnya persaingan kedua pasangan ini mengindikasikan dua perubahan dalam sejarah kampanye politik di Indonesia. Kandidat Doktor dari Murdoch University itu menambahkan, media sosoal merupakan ruang kampanye baru yang dianggap sejajar dengan media tradisional seperti televisi, media cetak dan radio.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Yakin Keberpihakan Lewat Editorial Tak Ganggu Independensi dan Profesionalitas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler