jpnn.com, JAKARTA - Praktisi hukum kepailitan Anselmus Bona Sitanggang mengatakan, kurator memainkan peran vital dalam setiap perkara kepailitan maupun penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
Oleh karena itu, kurator atau pengurus harus independen dan benar-benar memahami perkara sampai detail.
BACA JUGA: Advan Smartphone Diterpa Kabar Pailit, Padahal..
Sebab, ancaman kebangkrutan bisa kapan saja melanda perusahaan. Pada 2018, dari catatan di lima Pengadilan Niaga di Indonesia terdapat 411 perkara kepailitan dan PKPU.
BACA JUGA: Industri Percetakan Kejar Pertumbuhan 10 Persen
BACA JUGA: Terlapor Mangkir, Polisi Dalami Dugaan Rekayasa Pailit PT ATS
Angka itu meningkat dari setahun sebelumnya yang sebanyak 353 perkara. Perusahaan terbuka atau Tbk juga tidak luput dari bayang-bayang kehancuran.
Pada 2017 tercatat tujuh emiten di Bursa Efek Indonesia dinyatakan pailit. Di antaranya, PT Asia Paper Mills Tbk. (APM), dan PT Citra Maharlika Nusantara Corpora Tbk. alias Cipaganti (CPGT).
BACA JUGA: Merpati Airlines tak Jadi Pailit, Karyawan Sujud Syukur
Terkait kepailitan yang menimpa perusahaan Tbk, Bona menilai ada sebagian kurator yang kurang jeli membaca pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan terkait kepailitan dan pasar modal.
"Perusahaan Tbk kalau dinyatakan pailit, itu berdampak serius. Efeknya luar biasa. Bisa goyang ekonomi makro, sektor riil dan lain-lain," ujar Bona saat memberi materi dalam focus group discussion tentang akibat hukum PKPU/kepailitan perseroan terbatas terbuka yang diadakan kantor kurator Suzie Wong di Jakarta, Kamis (9/8).
Bona sendiri mengaku mengedepankan prinsip going concern dalam setiap perkara yang dia tangani.
Jika perusahaan tersebut setelah diaudit masih berpotensi melanjutkan bisnisnya, akan dilakukan segala cara demi menghindari pailit.
Caranya antara lain melalui restrukturisasi maupun mengajukan PKPU.
"Jangankan pailit, kalau kita daftarkan PKPU saja itu satu kaki kita sudah siap masuk jurang. Namun, itu lebih baik daripada pailit. Coba hitung dampaknya yang langsung kelihatan, nasib para pemegang saham, karyawan, multi finance dan lain-lain. Itu sudah ratusan miliar, belum efek yang lain," ujar Bona.
Kurator Yudhi Wibisana yang juga praktisi hukum pasar modal mengatakan, perdamaian merupakan cara terbaik menyelesaikan masalah utang perseroan, alih-alih pailit.
Yudhi juga menyerukan agar rekan-rekannya tidak asal terabas dalam menangani perkara.
Dia mencontohkan perkara kepailitan yang menimpa Surya Kertas atau PT Surya Agung Industri Pulp and Paper (SAIPP) pada 2014 lalu.
Yudhi menilai perkara tersebut adalah contoh yang sangat buruk bagi kurator apalagi berujung pidana.
Meski enggan menyebut nama, Yudhi mengatakan dampak dari putusan pailit terhadap surya kertas masih terasa sampai hari ini.
"Itu adalah perusahaan kertas terbesar di Surabaya. Kalau tidak salah, karyawannya 6.000-an. Gimana dampaknya buat keluarga mereka. Itu baru salah satu akibatnya," ujarnya.
Meskipun status pailit dicabut dengan Keputusan Mahkamah Agung No. 48/PK/Pdt.Sus-Pailit/2014, tanggal 31 Maret 2015, sampai sekarang perusahaan itu belum lagi beroperasi.
Sementara itu, ribuan karyawan Surya Kertas yang dirumahkan sejak 2013 belum memperoleh kejelasan nasib.
Oleh karena itu, Yudhi berharap rekan-rekannya sesama kurator memikirkan akibat hukum dari adanya status pailit.
"Secara personal kita boleh pikirkan keuntungan. Namun, secara profesional dan etik, kita juga punya tanggung jawab lebih. Ini adalah tanggung jawab saya secara moril. Sebagai kurator saya harus profesional dan tetap independen," katanya. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ratusan Karyawan Mulai Resah Maskapai Merpati Dipailitkan
Redaktur & Reporter : Ragil