Presiden Boleh Menjabat 3 Periode? Begini Kata Fahri Bachmid

Senin, 25 November 2019 – 01:20 WIB
Fahri Bachmid. Foto: Dok Pri

jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Fahri Bachmid turut menyoroti wacana masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode.

Menurut dia, masa jabatan presiden dan wakil presiden adalah lima tahun.

BACA JUGA: Fahri Bachmid Sarankan Jokowi Bentuk Lembaga Urusan Legislasi Nasional

Setelah itu dapat dipilih kembali dalam masa jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.

Hal itu berdasarkan ketentuan norma Pasal 7 UUD 1945 hasil amandemen pertama yang menjelaskan tentang masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden.

BACA JUGA: Fahri Bahmid: Konsep Omnibus Law Butuh Lembaga Pusat Legislasi Nasional

Secara operatif, ketentuan tersebut diatur lebih teknis dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, khususnya ketentuan Pasal 169 huruf N.

Menurut Fahri, ketentuan Pasal 169 huruf N tersebut mengatur soal persayaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden.

Rumusannya adalah seseorang yang belum pernah menjabat sebagai presiden dan wakil presiden selama dua kali masa jabatan yang sama.

Fahri menjelaskan, yang dimaksud belum pernah menjabat dua kali masa jabatan yang sama adalah yang bersangkutan belum pernah menjabat dalam jabatan yang sama selama dua kali masa jabatan.

Hal itu tidak hanya berlaku secara berturut-turut, tetapi juga yang tidak walaupun masa jabatan tersebut kurang dari lima tahun.

“Jadi jika kita membaca secara hati-hati “Memorie van Toelichting” sebagaimana terdapat dalam naskah komprehensif perubahan UUD NRI Tahun 1945 sangat jelas adanya kesadaran dan spirit pembatasan kekuasaan presiden dan masa jabatan presiden hanya untuk dua kali masa jabatan,” ujar Fahri, Minggu (24/11).

Dia menambahkan, hal itu dapat tergambar dari perdebatan-perdebatan politik dan akademik pada PAH I BP MPR yang bertugas melakukan perubahan UUD Tahun 1945.

Fahri menuturkan, ketentuan tersebut secara historis merupakan rumusan normatif yang diadopsi dari TAP MPR Nomor XIII/MPR/1998 tentang pembatasan kekuasaan dan masa jabatan presiden dan wakil presiden.

“Secara teoretis, sebetulnya ada empat konsep pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden yang dikenal dalam literatur hukum tata negara,” jelas Fahri.

Pertama, tidak ada masa jabatan kedua (no re-election). Kedua, tidak boleh ada masa jabatan yang berlanjut (no immediate re-election).

Ketiga, maksimal dua kali masa jabatan (only one re-election). Keempat, tidak ada pembatasan masa jabatan (no limitation re-election).

“Dari segi corak pengaturan hukum tata negara modern, tentunya konsep yang keempat tidak sejalan dengan ajaran dan prinsip sistem pemerintahan presidensial yang secara absolut berorientasi pada pembatasan kekuasaan pemerintahan negara,” tutur Fahri.

Sementara itu, konsep dan praktik pembatasan kekuasaan presiden dengan sistem “no re-election” diterapkan oleh Filipina dengan membatasi masa jabatan presiden hanya satu kali enam tahun.

Konsep “only one re-election” diterapkan pada sistem pemerintahan Amerika serikat (AS).

Pascaamendemen ke-22 konstitusi AS secara tegas membatasi masa jabatan presiden-wakil presiden maksimal dua kali masa jabatan/periode.

Di sisi lain, sistem “no limitation re-election” pernah terjadi dalam praktik ketatanegaraan Indonesia sebelum periode Presiden Soeharto.

Sebagaimana diketahui, Presiden Soekarno mulai menjabat pada tahun 1945 sampai dengan tahun 1966.

Sementara itu, Presiden Soeharto mulai menjabat sejak periode 1966 sampai 1998.

Sejak saat itu praktik pengisian jabatan Presiden Republik Indonesia secara berkali-kali karena terpelihara dalam konvensi ketatanegaraan Indonesia dan hal yang demikian itu diterima pada saat itu.

“Setelah itu pada saat Pemilu tahun 2004 dan terpilihnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono maka praktik pengisian dan masa jabatan presiden telah berjalan dan tertata secara teratur dengan prinsip “fixed term” dan berlangsung hingga saat ini,” ungkap dia. (jos/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler