Presiden CBC Beberkan Tantangan Berat yang Dihadapi DK OJK

Senin, 06 Juni 2022 – 18:17 WIB
Presiden Direktur Centre For Banking Crisis (CBC) Achmad Deni Daruri. Ilustrasi. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Presiden Direktur Centre for Banking Crisis (CBC) A Deni Daruri menilai terpilihnya DK OJK di bawah pimpinan Mahendra Siregar belum menjamin pasar keuangan Indonesia aman.

Dia menilai masih banyak pekerjaan berat yang harus dilakukan dewan komisioner OJK yang dinakhodai duet Mahendra Siregar-Mirza Aditsyawara.

BACA JUGA: Kamrussamad Sebut Pemerintah Sedang Mengobok-obok Pasar dengan Menunda Pelantikan DK OJK

“Kondisi makroekonomi dunia yang begitu labil, menjadi tantangan berat DK OJK yang baru. Kalau tidak cerdas dan cekatan, habislah kita,” ungkap Presiden CBC Deni Daruri di Jakarta, Senin (6/6/).

Menurut Deni, pimpinan OJK yang baru harus terus memantau perkembangan makroekonomi dunia, yang bisa berubah tiap detik.

BACA JUGA: Pelantikan Dewan Komisioner OJK Periode 2022-2027 Ditunda, Ada Apa?

Indonesia adalah negara dengan small open economy, OJK trengginas dalam mengantisipasi setiap perubahan global.

Menurut dia, sinkronisasi kebijakan dalam konteks stabilitas harus dikoordinasikan dengan kebijakan fiskal dan moneter yang berada di luar kontrol OJK.

BACA JUGA: Wakil Ketua MPR Apresiasi Program OJK Ini, Tutup Celah Investasi Bodong

“Jika hal tersebut tidak bisa dilakukan dengan baik, maka OJK berpotensi menjadi Lembaga reaktif yang berfungsi sebagai pemadam kebakaran saja," tuturnya.

Deni menyarankan agar OJK tidak mudah terpukau dengan data BPS. Akan lebih baik apabila OJK membuat seluruh data sektor keuangan menjadi transparan dan real time. Mudah diakses publik dengan akurasi tinggi.

“Menciptakan unit wake up call khusus yang memantau secara seksama perubahan makroekonomi dunia saat ini yang berpotensi merusak sistem keuangan nasional,” tuturnya.

Lembaga kredibel sekelas IMF saja memproyeksikan inflasi global pada 2022 mencapai 5,7 persen di negara maju, 8,7 persen untuk negara berkembang.

Selain itu, IMF memproyeksikan angka pertumbuhan 6,1 persen (2021), merosot menjadi 3,6 persen untuk 2022. Sedangkan untuk 2023, IMF proyeksikan perekonomian global hanya tumbuh 3,3 persen.

Lembaga Think Tank Inggris, National Institute of Economic and Social Research (NIESR) mengkhawatirkan terjadinya resesi. Krisis biaya hidup ditambah tingginya inflasi, memperlambat ekonomi Inggris dalam setahun ini.

Bagaimana dengan RRC?  Ternyata sama saja. Tahun ini, defisit anggaran China diperkirakan mencapai 5,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pada 2021, defisit China lebih rendah yakni 4,4% dari PDB.

Sedangkan suku bunga acuan di Indonesia, diproyeksikan 4,00 persen pada 2023, dan 4,25 persen pada 2024.

The Economist Intelligence Unit memperkirakan, The Fed akan menaikkan suku bunga 7 kali hingga mencapai 2,9 persen pada awal 2023.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler