Presiden Jokowi, Bertindaklah!

Oleh Prof Tjipta Lesmana*

Rabu, 03 November 2021 – 19:15 WIB
Prof Tjipta Lesmana. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Tiga hari terakhir ini berita mengenai dugaan keterlibatan sejumlah petinggi pemerintahan Presiden Jokowi dalam bisnis PCR viral di seluruh nusantara. 

Tanggapan dari berbagai pihak pun ramai. 

BACA JUGA: Analisis Prof Tjipta Lesmana soal Kekacauan Komunikasi Istana

Yang pertama yang mengungkap narasi ini adalah sebuah media investigative reporting paling kondang di Indonesia. 

Memang, kita semua wajib menghormati asas praduga tak bersalah bahwa seseorang tidak boleh dituding melakukan suatu tindak kejahatan sebelum ada keputusan yang punya kekuatan hukum tetap dari pengadilan.   

BACA JUGA: Awiek DPR Minta Aparat Usut Dugaan Keterlibatan Oknum Pejabat di Bisnis PCR

Orang-orang yang disebutkan terang-benderang dalam reportase majalah tersebut tidak bisa dikatakan bersalah, sebab semua itu baru meluncur dari berita media cetak. 

Namun, karena sumber berita ini berasal dari media yang kredibel, pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo tidak boleh tutup mulut.

BACA JUGA: 5 Fakta soal Bisnis Alat Tes PCR yang Menyeret Nama Luhut Binsar

Minimal, kami sangat berharap Jokowi cepat bertindak segera setelah dia kembali dari kunjungan ke Roma dan Glasgow!

Bertindak apa? Perintahkan pembantunya yang kredibel (pula) dan ahli hukum untuk secepatnya melakukan investigasi sejauh mana kebenaran berita majalah itu. 

Jangan tunjuk pembantunya yang ternyata bagian dari jaringan jahat yang terkait dengan orang-orang yang disebut-sebut dalam berita headline majalah itu.

Siapa pun pasti masih ingat tekad yang beberapa kali dikumandangkan oleh Presiden Jokowi tidak lama setelah dia memenangkan Pilpres tahun 2019, yaitu, “Saya enggak ada beban apa-apa lagi. Saya bertekad bekerja sebaik-baiknya, khususnya demi kemajuan di bidang ekonomi……” 

Dalam pertemuan dengan pimpinan Kadin dan Hipmi  pada pertengahan 2019,  Jokowi bersuara keras ke depan dia siap meningkatkan kapasitas perekonomian negara, melakukan terobosan-terobosan yang betul-betul dapat memberikan efek tendangan yang kuat bagi ekonomi kita, baik dari sisi regulasi, mungkin revisi UU atau mungkin juga mengeluarkan Perppu. 

Kalimat “Saya enggak ada beban apa-apa lagi” dikaitkan dengan realitas bahwa masa jabatan Jokowi 2019-2024 merupakan masa jabatan yang terakhir; setelah itu dia harus mundur (kecuali jika ramalan Mohamad Qodari tentang Jokowi presiden yang menjabat 3 periode memang jadi kenyataan). 

Hal itu berarti juga Jokowi siap memainkan ‘golok’ dan ‘anggarnya’ untuk membabat siapa saja yang menghambat pelaksanaan kebijakan-kebijakannya untuk memajukan negara kita.

Dewasa ini berita tentang dugaan permainan kotor bisnis PCR oleh sejumlah petinggi pemerintahan Jokowi sudah viral di seluruh nusantara. 

Majalah tersebut dalam cover story-nya mengungkap ada tiga menteri yang diduga aktif terlibat bisnis PCR

Ketiganya, menurut Agustinus Edy Kristianto, diduga terafiliasi dengan PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI). 

Salah satu unit usaha GSI adalah GSI Lab yang menyediakan layanan tes Covid-19, mulai PCR swab same day (Rp 275 ribu), swab antigen (Rp 95 ribu), PCR kumur (Rp 495 ribu), S-RBD quantitative antibody (Rp 249 ribu). 

Dalam situs resminya, GSI Lab mengeklaim memiliki 1.000+ klien korporat, melaksanakan 700.000+ tes, menyalurkan 5.000+ tes gratis, dan donasi total Rp 4,4 miliar.

Menurut Agustinus, di tangan ketiga pejabat negara itulah diputuskan kebijakan terkait penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. 

Di tangan merekalah aturan wajib PCR dikendalikan. "Dia yang membuat kebijakan sebagai pemerintah, dia juga yang jualan barangnya!" tulis Agustinus.

Mengenai keabsahan data ini, Agustinus membuka akta notaris yang terkait dengan perusahaan GSI N0 23 tanggal 30 September 2021. 

Notarisnya berkedudukan di Kabupaten Bekasi. 

PT-nya  dibuat April 2020, sebulan setelah kasus Covid-19 pertama di Indonesia. 

Modal dasar GSI Rp 4 miliar (1 juta per lembar saham, 4.000 saham).

Modal disetor Rp 2,96 miliar (1 juta per lembar saham, 2.969 saham).

Selanjutnya, masih menurut Agustinus, sejumlah perusahaan  menjadi pemegang saham di GSI. 

Antara lain Yayasan Indika Untuk Indonesia (932 lembar), Yayasan Adaro Bangun Negeri (485 lembar), Yayasan Northstar Bhakti Persada (242 lembar), PT Anarya Kreasi Nusantara (242 lembar), PT Modal Ventura YCAB (242 lembar), PT Perdana Multi Kasih (242 lembar), PT Toba Bumi Energi (242 lembar), PT Toba Sejahtra (242 lembar), dan PT Kartika Bina Medikatama (100 lembar).

Menurut majalah itu pada edisi 30 Oktober 2021, Garibaldi Thohir, kakak Erick Thohir, mengakui bahwa Adaro berpartisipasi dalam penanganan pandemi Covid-19 sejak masuk Indonesia pada Maret 2020 namun tidak berniat mencari keuntungan. Justru partisipasinya bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam memperoleh layanan tes PCR.  "Adaro berpatisipasi melalui yayasan," ujar Boy.

Seorang Eksekutif lain dari Yayasan Adaro mengemukakan kerja sama dengan sejumlah yayasan dan perusahaan bertujuan untuk menyediakan tes PCR yang terjangkau.

Penjelasan senada juga dikeluarkan oleh Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi tentang keterlibatan PT Toba Sejahter dalam PT GSI. 

"Tidak ada maksud bisnis dalam participating Toba Sejahtra di GSI, apalagi Pak Luhut sendiri selama ini juga selalu menyuarakan agar harga test PCR ini bisa terus diturunkan sehingga menjadi semakin terjangkau buat masyarakat," katanya seperti dikutip dari Antara di Jakarta, Selasa (2/11).

Apa pun tujuan partisipasi itu, keterlibatan menteri atau keluarganya dalam bisnis penyediaan PCR, jelas, pelanggaran etika dan moral yang tidak bisa dibilang enteng. 

Kenapa bukan BUMN yang dilibatkan yang jelas-jelas milik negara? 

Misalnya, keterlibatan PT Toba Bumi Energi sebanyak 242 lembar dan PT Toba Sejahtra sebanyak 242 lembar, kenapa bukan PT Indofarma sebagai partisipannya?

Keterlibatan menteri dalam bisnis privat, mau tidak mau, mengundang kecurigaan publik, kecurigaan bahwa menteri yang bersangkutan memang hendak meraup keuntungan. 

Maka, Boyamin Saiman, Koordinator MAKI mendesak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk menyelidiki dugaan permainan harga dan praktik monopoli di Bisnis PCR.

Jika memang ada cukup bukti ‘permainan’ dalam bisnis PCR yang melibatkan sejumlah perusahaan milik petinggi pemerintah, Presiden Jokowi harus berani bertindak.

Sesuai dengan janji dan komitmennya dua tahun yang lalu bahwa, “Saya enggak ada beban apa-apa lagi. Saya (bertekad) bekerja sebaik-baiknya, khususnya demi kemajuan di bidang ekonomi.” 

Sudah waktunya Bapak Presiden untuk konsisten antara ucapan dan tindakan supaya rakyat melihat pemimpin kita memang tidak main-main membersihkan para pembantunya yang berbuat ‘nakal’ dan merugikan rakyat. Mumpung dia sedang serius mememikirkan reshuffle kabinet, sekalian melantik Panglima TNI yang baru, Jenderal TNI Andika Perkasa. (***)

*Penulis adalah Guru Besar Komunikasi Politik UPH

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler