jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris berharap, Presiden Jokowi bersikap tegas menolak wacana penempatan perwira militer aktif di kementerian atau lembaga sipil.
Hal itu diungkapkan Haris saat menjadi pembicara dalam diskusi publik bertema 'Quo Vadis Reformasi, Kembalinya Militer dalam Urusan Sipil' di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (1/3/2019).
BACA JUGA: Petisi Tolak Perwira TNI Diberi Jabatan Sipil
"Presiden Jokowi sebagai pemegang otoritas sipil yang dihasilkan pemilu, mestinya bisa lebih tegas, bisa menolak wacana penempatan TNI aktif dalam jabatan-jabatan sipil," kata Haris.
Menurut Haris, pelibatan perwira TNI aktif masuk institusi sipil mengkhianati agenda reformasi yang ingin menjauhi praktik dwifungsi TNI.
BACA JUGA: Rencana Penempatan Perwira TNI di Kementerian, Komnas HAM: Itu Berbahaya
"Sebab, pada dasarnya bukan hanya tidak sesuai dengan keniscayaan supremasi sipil, tapi juga mengkhianati agenda reformasi," ungkap dia.
BACA JUGA: Petisi Tolak Perwira TNI Diberi Jabatan Sipil
BACA JUGA: Jangan Sampai Ada Militerisasi di Jabatan Sipil
Terlebih lagi, kata Haris, tidak terdapat aturan yang memungkinkan perwira TNI aktif bertugas di institusi sipil. Perlu revisi terhadap UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI sebelum melaksanakan wacana tersebut.
Hanya saja, ungkap Haris, tidak terdapat urgensi untuk merevisi UU Nomor 34 tahun 2004. Revisi bakal membutuhkan waktu lama dan mengarahkan sistem dwifungsi TNI.
BACA JUGA: Oh, Ternyata Banyak Perwira TNI Tanpa Jabatan Struktural
"Ada peluang TNI aktif sipil disebutkan itu. Kemudian ditambah-tambah lama-lama habis, semua bisa masuk. Itu namanya dwifungsi TNI dihidupkan kembali melalui revisi UU TNI. Saya pikir mesti tolak itu," pungkasnya. (mg10/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PNS Golongan IV A ke Atas Juga Banyak yang tak Punya Jabatan Struktural
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan