Presiden Jokowi Ingin Dualisme Kewenangan di Batam Berakhir

Kamis, 10 Mei 2018 – 20:52 WIB
Suasana rapat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dengan petinggi Kepulauan Riau. Foto: batampos/jpg

jpnn.com, BATAM - Presiden Joko Widodo ingin dualisme kewenangan antara Pemko Batam dan BP Batam berakhir. Dia menilai, penerapan Kawasan Ekonomi Khusus merupakan jawaban agar kewenangan kedua lembaga ini jelas.

Kepala Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bapelitbangda) Kota Batam, Wan Darussalam mengatakan, hal ini merupakan arahan Jokowi dalam rapat terbatas (Ratas) tertanggal 19 Januari 2016 dan tanggal 30 Maret 2017 lalu.

BACA JUGA: Xiaomi Bawa Rekanannya Bangun Pabrik di Batam

"Ada tiga poin yang disampaikan presiden pada dua kesempatan tersebut, yakni ubah FTZ Batam menjadi KEK, hapus dualisme kewenangan / pengelolaan di Batam, dan pemerintah menyiapkan rancangan Peraturan Pemerintah untuk Pembentukan KEK Batam," papar Wan.

Menurutnya, Jokowi melihat permasalahan di Batam sesungguhnya telah berakumulasi dan cukup lama dan berkepanjangan.

BACA JUGA: BKPM Pede Target Investasi Rp 765 Triliun Tercapai

Oleh karenanya pembenahannya harus substansial, Jokowi menilai penyelesaian dengan pola business as usual tidak akan dapat meningkatkan daya saing Batam sebagai pusat perekonomian yang pernah unggul di kawasan regional ini.

"Penyelesaian secara tuntas belum pernah dilakukan, Presiden Jokowi berkomitmen menyelesaikannya secara tuntas," imbuhnya.

BACA JUGA: BP Batam: Baru Nongsa Digital Park Paling Siap Jadi KEK

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution juga menyampaikan hal yang serupa dengan presiden.

Tertuang dalam lima misi yang diemban Kepala BP Batam Lukita Dinarsyah Tuwo dari Dewan Kawasan (DK) dan disampaikan pada acara Pelantikan Kepala BP Batam pada tanggal 27 Oktober 2017 lalu.

Rincainnya adalah, pertama, BP Batam diminta segera menyelesaikan dualisme dan membangun sinergi dengan semua pemangku kepentingan.

Hal ini, dilakukan dengan melakukan komunikasi positif dengan Pemprov, Pemko dan DPRD, dan Instansi terkait lainnya termasuk DK dan Tim Teknis, melakukan MoU dengan Pemko Batam meliputi pembagian wilayah dan kewenangan, termasuk perijinan serta mempercepat pengalihan aset pelayanan publik kepada Pemko Batam, termasuk pengalihan SDM BP Batam terkait.

Kedua, mempercepat Tranformasi FTZ ke KEK Batam. Dengan jalan, segera menyiapkan konsep KEK Batam (model ekonomi dan model bisnis yang tepat termasuk Zona zona KEK), mengumpulkan data-data bagi pengembangan KEK Batam, menyiapkan transformasi kelembagaan, mengusulkan kebijakan kepada DK, misalnya UWTO pemukiman, skema penyelesaian lahan, tarif Pelabuhan dan sebagainya, menyiapkan pemenuhan syarat pembentukan KEK, menyiapkan usulan dasar hukum pembentukan KEK Batam.

Ketiga, meningkatkan pelayanan dan investasi. Empat, meningkatkan Kinerja Organisasi BP Batam. Dan yang kelima, mendukung Pembangunan Kota Batam yang Nyaman, Aman, Asri dan Lestari yakni dengan mengembangkan KEK Batam yang bersih, hijau, aman dan nyaman terkait keamanan, serta penyelesaian ruli.

Wan mengatakan, kinerja Batam sebagai regional economic centre sudah menurun disebabkan adanya Faktor Eksternal dan Internal, sehingga Batam kurang berdaya saing.

Faktor Eksternal, yakni kebijakan FTZ sudah ditinggalkan oleh negara-negara di kawasan regional Asia Timur dan Asia Tenggara. Seiring dengan globalisasi dan perkembangan kerjasama antar-negara di kawasan, kecenderungan regional sekarang adalah mengembangkan KEK atau SEZ (Special Economic Zone).

Sementara, tumpang tindih pengelolaan kewenangan dan wilayah FTZ Batam antara BP Batam dan Pemerintah Kota Batam serta kompleksitas kelembagaan BP Batam merupakan faktor internal dan menjadi penyebab utama tidak kondusifnya pengelolaan FTZ Batam.

"Hasil Kajian Kementerian Keuangan Tahun 2015, data Insentif Fiscal (Potential lost) FTZ periode 2010 s/d 2015 total Rp.112,86 Trilun. Pengelolaan FTZ Batam lebih besar potential loss & cost dibandingkan dengan benefit," ungkapnya.

Dan, pengelolaan FTZ Batam tidak sesuai dengan semangat dan tujuan awal, yaitu pelabuhan transhipment yang belum berkembang, stagnannya perkembangan industri manufaktur dan penyerapan tenaga kerja, stagnannya jumlah kunjungan wisatawan asing, daya tarik Batam masih rendah bagi PMA dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia yang tidak memiliki insentif fiskal sebagai FTZ.

"Tahun 2014 Kota Batam hanya menempati peringkat ke-20 dalam kemudahan berinvestasi," ucapnya.(iza)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Akses Sulit, Fasilitas Minim, Wisata Pulau Abang Makin Sepi


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler