jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Alpha Research Database Indonesia Ferdy Hasiman menilai, Presiden Joko Widodo tak perlu takut menghadapi gugatan negara-negara Eropa (Uni-Eropa) ke World Trade Organization (WTO).
Gugatan itu terkait pelarangan ekspor nikel Indonesia yang mulai berlaku sejak Oktober 2019.
BACA JUGA: Uni Eropa Ancam Gugat Indonesia, Ini Jawaban Presiden Jokowi
“Indonesia adalah negara berdaulat. Pelarangan ekspor nikel dan mineral lainnya memiliki rujukan hukum sangat kuat. UU No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba) menjadi dasar hukum untuk berargumentasi secara hukum di WTO," ujar Ferdy di Jakarta, Sabtu (14/12).
Menurut Ferdy, UU Minerba memerintahkan semua perusahaan tambang yang sudah berproduksi wajib membangun pabrik smelter (pabrik pengolahan) dalam negeri, agar memberikan nilai tambah bagi perekonomian.
BACA JUGA: Mohon Doanya, Cak Imin Bujuk Uni Eropa Akhiri Boikot CPO Indonesia
Semua perusahaan tambang harus taat hukum Indonesia. Dengan kebijakan itu maka Indonesia tidak lagi menjual nikel ore (biji nikel) dalam bentuk mentah yang harganya sangat rendah, tetapi harus diolah ke pabrik smelter, seperti Nickle Pig Iron (NPI/10% nilai tambah) atau Nicke inmate (15%).
"Dengan itu maka harga nikel menjadi lebih besar atau 17 kali lebih besar dibanding menjual biji nikel mentah. Penerimaan negara juga meningkat dan pekerja tambang juga tidak hanya mengandalkan buruh tambang yang hanya untuk menggali tambang, tetapi tenaga terampil dan sarjana-sarjana pertambangan," ucapnya.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Ada Habib dan Wiranto di Jajaran Wantimpres Jokowi Hingga Kemenangan Ginting
Melalui adanya UU Minerba maka paradigma tambang Indonesia beralih dari menjual dalam bentuk bahan mentah menuju industri pengolahan.
Ferdy membenarkan, kebijakan pemerintah terkait larangan ekspor mineral mentah ikut memengaruhi industri tambang secara global, mengingat peran Indonesia sebagai salah satu pemasok utama dunia.
Karena itu, gugatan Uni Eropa cukup masuk akal, karena mereka yang paling terpukul dengan kebijakan larangan ekspor nikel.
Nikel Indonesia berkontribusi 32 persen terhadap nikel dunia. Apalagi di Eropa sekarang ini mulai mendorong mobil listrik dengan tulang punggung nikel kalori rendah (1.8%) dan mengandalkan bahan mentah dari Indoesia.
"Tetapi presiden tak boleh mundur, karena pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan mendorong pengembangan mobil listrik dengan bahan baku dari nikel untuk pembangunan baterai. Untuk itu, Indonesia harus mengamankan pasokan nikel," katanya.
Menurut Ferdy, tidak masuk akal jika pemerintah mendorong pengembangan mobil listrik untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil, jika tidak mengamankan pasokan. Karena itu, berhenti mengekpor nikel mentah adalah langkah strategis untuk mengamankan industri nasional.(gir/jpnn)
Libur Nataru, Truk Dilarang Melintas :
Redaktur & Reporter : Ken Girsang