jpnn.com - JAKARTA – Pemidanaan terhadap sejumlah kebijakan Dahlan Iskan selama menjabat Dirut PLN dan menteri BUMN ditentang istana. Presiden Joko Widodo berharap penegak hukum bersikap arif dengan tidak menghukum orang yang tidak perlu dihukum, apalagi kalau konteksnya adalah kebijakan.
Sikap presiden itu disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Luhut Panjaitan. Dia menyatakan, presiden menginginkan adanya harmonisasi undang-undang serta para lembaga penegak hukum di Indonesia.
BACA JUGA: Menteri Tedjo Tuding Malaysia Langgar Kedaulatan RI
’’Presiden ingin aturan yang ada diharmonisasikan. Jangan sampai terjadi tumpang tindih dan malah bisa menghambat investasi,’’ kata Luhut di istana kepresidenan Jumat (19/6) usai bertemu presiden.
Presiden tidak ingin peraturan yang tumpang tindih dan belum adanya kesamaan persepsi dari para penegak hukum malah menimbulkan ketakutan dan menjadi celah untuk menghukum orang yang tidak perlu dihukum. ’’Misalnya, menghukum pejabat yang membuat dan menjalankan,’’ ujarnya. ’’Kejaksaan Agung, Polri, maupun KPK harus punya kesamaan pandangan terkait hal tersebut,’’ lanjutnya.
BACA JUGA: Jokowi Tolak Revisi UU KPK, Anak Buah Prabowo: Biasa Saja
Dia mencontohkan pemidanaan Dahlan Iskan oleh kejaksaan yang malah menimbulkan ketakutan para pejabat. ’’Sekarang ini pejabat pada takut karena (kasus) Pak Dahlan,’’ ungkap Luhut menyinggung.
Selain soal kebijakan, upaya penelitian (research) oleh institusi pemerintah tidak bisa serta-merta dianggap merugikan keuangan negara ketika terjadi masalah dalam pelaksanaannya. Pernyataan itu tentu merujuk pada pengusutan Kejaksaan Agung terhadap kasus pengadaan mobil listrik oleh tiga perusahaan BUMN. Pengadaan itu sebenarnya merupakan bagian dari penelitian untuk pengembangan mobil listrik di Indonesia.
BACA JUGA: Belasan Bercak Darah di Depan Kamar Agus Hingga Lubang Kubur
Menurut Luhut, upaya-upaya riset baru bisa dianggap merugikan negara ketika ada bukti uang negara masuk ke kantong pribadi. ’’Jadi, kearifan begini harus klir supaya keputusan ke depan tidak jadi ragu-ragu,’’ tegasnya.
Presiden ingin pemerintah mempercepat pembangunan di banyak bidang. Karena itu, upaya tersebut tidak boleh terhalang persoalan-persoalan tudingan merugikan keuangan negara.
’’Kami mau speed up semua nih. Harus dikencengin. Nah, dikencengin ini pasti ada lah yang menyerempet-nyerempet sedikit yang bisa terus dimanfaatkan, eh kamu korupsi. Ya jangan begitu juga,’’ ujarnya.
Di tempat terpisah, pengacara Dahlan, Yusril Ihza Mahendra, kemarin (19/6) menyampaikan, tidak benar bahwa kliennya banyak menjawab lupa saat diperiksa dalam kasus mobil listrik seperti yang disampaikan Jaksa Agung M. Prasetyo. ’’Kalau ada yang lupa, mungkin pada tanggal-tanggal saja. Itu memang harus dikroscek lagi. Tapi, semua fakta sudah dijawab. Saya tidak yakin itu jaksa agung membaca BAP-nya. Kami dan penyidik punya kok BAP-nya,’’ terangnya.
Prasetyo memang mengungkapkan bahwa Dahlan saat diperiksa Rabu (17/6) sering menjawab lupa. Karena itu, pemeriksaan terhadap Dahlan kembali dilakukan Rabu pekan depan (24/6). ’’Pak Dahlan diperiksa sebagai saksi,’’ ujarnya.
Namun, Yusril melihat kasus kasus mobil listrik lebih mengarah ke perdata. Yakni, terkait dengan kontrak antara tiga perusahaan BUMN dan Dasep Ahmadi.
Mantan menteri kehakiman dan HAM itu juga menilai, perkara tersebut sangat jauh dari unsur korupsi, apalagi jika dikaitkan dengan posisi Dahlan saat itu sebagai menteri BUMN. Yusril setuju jika publik melihat perkara yang membelit Dahlan tersebut bermotif politik.(dyn/gun/c5/kim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Si Cantik Airin Wawancarai JK, Ini Materi Pertanyaan yang Diajukan
Redaktur : Tim Redaksi