jpnn.com - Oleh Natsir Al Walid
Wakil Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam Indonesia (PP GPII) Periode 2017-2020
BACA JUGA: Kompol Ahrie Sonta Raih Gelar Doktor Ilmu Kepolisian
Seperti kata bijak ahli hukum dan budayawan: "Demokrasi selalu menggoda kita dengan sesuatu yang kontras antara yang ideal dengan kenyataan, antara kemungkinan keperkasaan dan prestasi yang menyadihkan."
“Kebebasan mula pertama terletak pada hati manusia. Penegakan hukum pertama-tama bertengger pada hati sanubari, dengan hati sanubari itu konstitusi, undang-undang, hukum dan pengadilan berarti, dalam menegakkan kebenaran dan keadilan."
BACA JUGA: Rp 3,5 M Dana Kepresidenan untuk Pengobatan Novel Baswedan
Sudah setahun lebih kasus penyeriman air keras pada diri Novel Baswedan. Kasus penyiraman air keras yang diduga dilakukan oleh dua pelaku sudah setahun lebih belum mampu diungkapkan oleh pihak polri dibawah pimpinan Tito Karnavian.
Waktu satu tahun lebih yang berjalan ini hemat saya, tentu bukanlah waktu yang sedikit bagi pihak Kapolri untuk mengungkap siapa pelaku dan siapa dalang di balik penyiraman air keras pada diri penyidik senior komisi pemberantasan korupsi tersebut.
BACA JUGA: Polri Cek Kebenaran Informasi Sandiaga soal Masjid Radikal
Dari penyiraman air keras itu, membuat penyidik senior komisi pemberantasan korupsi, Novel Baswedan mengalami kerusakan mata. Sungguh, apa yang terjadi pada diri Novel Baswedan tentulah kita merasa sedih. Mengingat, sosok penyidik senior ini diketahui akan mengungkapkan kasus-kasus korupsi besar yang ada di Republik ini.
Yang lebih menyedihkan, minusnya prestasi Kapolri dalam mengungkap dan menuntaskan kasus penyiraman air keras pada diri Novel Baswedan. Kasus ini, mestinya sudah diungkap dan tidak bisa diremehkan.
Dengan proses pengungkapan yang belum juga terungkap. Kita bisa saja menduga di samping minusnya prestasi Polri, bahwa ini memang sengaja belum mau diungkap. Apalagi Novel Baswedan sempat menyebut dan bercerita bahwa ada keterlibatan jenderal pada kasus yang menimpanya, seperti yang diberitakan pada media tempo.co pada 3 Agustus 2017 dan pada 12 April 2018.
Dari ketidakjelasan yang terjadi dan minusnya prestasi Kapolri pada kasus Novel Baswedan ini, tentu akan menyebabkan mudahnya pelaku meneror para penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang sedang atau yang akan mengungkapkan kasus-kasus korupsi besar di Republik ini. Ini tidak bisa dinafikan dan jika remehkan atau dibiarkan, pasti akan terjadi korban berikutnya.
Untuk itu, hemat saya, disini penting Kapolri angkat tangan dan menyerahkan kasus ini pada presiden, agar presiden membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk mengungkap dan menuntaskan kasus Novel Baswedan. Ini demi penegakan hukum, keadilan, kesalamatan penyidik lain, dan masa depan negara dari ancamam karupsi.
Lamanya proses penuntasan kasus penyiraman yang dilakukan oleh dua orang yang tak dikenal pada diri Novel Baswedan, tentu akan menimbulkan rasa tidak percaya masyarakat pada institusi kepolisian. Wallahu’alam.(***)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kenaikan Tukin TNI/Polri Dianggap Politis, Ini Kata Jokowi
Redaktur : Tim Redaksi