Pro Tembakau Minta DPR Menahan Diri

Jumat, 11 Februari 2011 – 15:34 WIB
JAKARTA - Pemerhati prakarsa bebas tambakau, Gabriel Mahal minta Badan Legislatif DPR-RI tidak buru-buru melahirkan UU Pengendalian Dampak Produk Tembakau“RUU ini merupakan pelaksanaan proyek Prakarsa Bebas Tembakau

BACA JUGA: Hari Sabarno masih Merasa Tak Korupsi

Bahkan, sebagaian besar substansi RUU ini diambil dari The WHO Framework Convention on Tobacco Control (WHO FCTC) yang belum kita ratifikasi
Karena itu, pahami dan dalami kepentingan apa dan siapa dibalik proyek Prakarsa Bebas Tembakau dan FCTC itu,” kata Gabriel Mahal, kepada wartawan di Jakarta, Jumat(11/2).

Lebih lanjut, Gabriel mengutip pidato Bung Karno, 17 Agustus 1963 di Gelora Bung Karno tentang bahaya yang harus diwaspadai bangsa ini

BACA JUGA: Bibit Persilakan Adang Bersaksi

"Dalam pidatonya, Bung Karno mengingatkan adanya bahaya dari bangsa imperialis dan kolonialis dengan kaki tangannya
Bahaya itu secara halus tersembunyi, di antaranya lewat infiltrasi ekonomi bangsa

BACA JUGA: JR Saragih Minta MK Cabut Laporan ke KPK

Salah satu bentuknya adalah pengendalian produk tembakau atas nama kesehatanSetidak-tidaknya merupakan bentuk dari medical emperialism dan kolonialism.”

Sementara peneliti Institut Indonesia Berdikari (IIB), Salahudin Daeng mengingatkan Baleg DPR bahwa kampanye anti-tembakau dan desakan pengendaliannya yang semakin masif dalam beberapa dasawarsa terakhir bergerak secara beriringan dengan semakin dominannya negara maju dan perusahaan multinasional menguasai produksi dan perdagangan komoditi tembakau ini.

“Kampanye yang disertai dengan kekuatan rejim hukum global pembatasan produksi, perdagangan, dan konsumsi produk tembakau, menimbulkan banyak hambatan bagi negara-negara berkembang dan perusahaan kecil dalam mempertahankan eksistensinya dalam produksi dan perdagangan komoditi tembakau ini,” kata Salahudin, dalam rapat dengan Badan Legislasi RUU Pengadalian Dampak Tembakau bagi Kesehatan di DPR, Kamis (10/2).

Menurut data FAO, ada sekitar 100 negara penghasil tembakau dengan produsen utama adalah Cina, India, Brasil, Amerika Serikat, Turki, Zimbabwe, dan Malawi dengan total produksi lebih dari 80 persen tembakau duniaChina sendiri menguasai 35 persen.

Pasar tembakau global pada tahun 2012, ungkap Salahudin, diproyeksikan mencapai 464,4 milyar dolar AS“Jika diibaratkan sebagai suatu negara, maka angka ini berada pada urutan ke 23 sebagai negara dengan PDB terbesar di dunia,” ungkap Salahudin.

Dari hasil penilitian yang dilakukannya, dalam periode 1961-2007, harga daun tembakau meningkat 2,39 persen pertahun, ekspor tembakau meningkat 2,19-4,58 pertahun, ekspor rokok meningkat 6,44 persen pertahunDi tahun 2010, produksi, konsumsi dan perdagangan tembakau mencapai 7,1 juta ton.

Peluang ekonomi inilah yang penting untuk dipahami dan disadari dalam melegislasi kebijakan nasional tentang pengendalian dampak produk tembakauJangan sampai kita terbius dan terseret isu kesehatan, imbuhnya.

“Isu kesehatan itu hanya bungkusan dari perebutan pasar produk tembakau yang semakin tajam dan melibatkan kompetisi yang kompleks, yakni kompetisi antara negara berkembang dengan negara maju dalam memperebutkan pasar rokokLalu, kompetensi antara industri tembakau dan industri farmasi dalam merebut pasar nikotin, serta kompetesi di antara perusahaan rokok besar serta antara perusahaan besar dengan perusahan kecil,” ungkap Salahudin.

Dalam kompetisi, Indonesia harus mengutamakan kepentingan nasionalnya atas tembakau dengan segala industri nasionalnya"Bukan malah tunduk mengikuti skenario global melakukan kebijakan legislasi pengendalian produk tembakau yang pada akhirnya mematikan salah satu kekuatan ekonomi nasional," tukas Salahudin Daeng(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pendemo Sembelih Anak Ayam di KPK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler