JAKARTA - Persaingan industri yang makin sengit membuat Kementerian Perindustrian (Kemperin) berencana menambah 66 Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib tahun ini. Meski begitu, Indonesia lebih dulu menyosialisasikan kebijakan nontarif itu kepada pebisnis dunia melalui WTO (World Trade Organization).
Menteri Perindustrian M. S. Hidayat menegaskan, dengan menerapkan SNI, produk impor berkualitas rendah akan hilang dengan sendirinya. Sebab, peredaran produk tanpa SNI nanti tidak bisa ditoleransi. Pemerintah akan melakukan upaya penegakan hukum dengan sweeping ke pasar-pasar. "Penegakan hukum bisa berupa pencabutan atau larangan beredar," ujarnya akhir pekan lalu (22/3).
Namun, Hidayat menyatakan bahwa SNI juga harus diterima komunitas bisnis internasional. Karena itu, Indonesia harus menyosialisasikan aturan tersebut lebih dulu ke WTO. "Dari 400 SNI yang kita rencanakan, lebih dari 100 sudah kita sampaikan ke WTO. Nanti itu akan disetujui dan diedarkan ke negara-negara anggota. Jadi, butuh waktu sekitar 3-6 bulan," katanya.
Hidayat menuturkan, selama ini usul SNI sering datang dari asosiasi usaha. Pemerintah meminta para pelaku industri untuk aktif memberikan masukan mengenai sektor strategis apa saja yang perlu diproteksi dengan standar. Dia optimistis pemerintah dapat mengejar ketertinggalan sebelum Masyarakat Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Community (AEC) berlaku pada 2015. "Saingan terkuat di ASEAN tentu negara-negara yang ekonominya sudah mapan," ucapnya.
Sekjen Kementerian Perindustrian Anshari Bukhari menyatakan, pembelakuan AEC pada 2015 membuat produk industri dari luar negeri bebas masuk ke Indonesia. Sebab, sudah tidak ada lagi hambatan tarif (bea masuk). "Untuk itu, kita perlu persiapan matang demi melindungi industri lokal dan konsumen dalam negeri," terangnya.
Salah satu instrumen yang bisa dipakai tentu berupa hambatan non-tariff barrier seperti penerapan SNI. Perlu dibuat standar nasional yang benar-benar harus ditaati industri lokal.
Dengan begitu, produk lokal yang menerapkan SNI bisa bersaing dengan produk impor yang juga harus memenuhi SNI. "Tentunya kita ingin produk lokal berkualitas," katanya.
Karena itu, tahun ini pemerintah akan mewajibkan SNI atas 66 produk seperti elektronika, furnitur, logam, kimia dasar, dan hilir. Selain itu, ada produk makanan minuman, otomotif, dan maritim. "SNI wajib akan meng-cover 66 produk pada tahun ini. Kita berharap produk lokal bisa melawan produk impor yang cukup banyak masuk Indonesia," jelasnya.
Sebagaimana diberitakan, mulai 30 April 2014, beberapa produk mainan wajib memenuhi SNI. Setidaknya ada 12 kelompok mainan yang wajib SNI. Merujuk pada Peraturan Menteri Perindustrian No 24/M-IND/PER/4/2013 tentang Pemberlakuan SNI mainan secara wajib, ada tiga parameter. Pertama, soal standar flatat, yaitu kurang dari atau sama dengan 0,1 persen. Flatat adalah bahan kimia yang banyak ditambahkan ke bahan plastik untuk meningkatkan kelenturan.
Kedua, tidak boleh menggunakan bahan pewarna nonazo. Ketiga, formaldehida (formalin) maksimal 20 ppm. Perusahaan yang memproduksi mainan wajib memenuhi dan menerapkan SNI dengan memiliki sertifikat produk penggunaan tanda (SPPT-SNI) dan membubuhkan tanda SNI di setiap produk. (wir/c18/oki)
BACA JUGA: OJK Batasi Gaji Direksi
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lagi, Pengusaha Mengeluh
Redaktur : Tim Redaksi