Produksi Lapangan Jangkrik Melimpah, 2019 Setop Impor LNG

Kamis, 13 Juli 2017 – 12:40 WIB
Ilustrasi sumur migas. FOTO : Jawa Pos

jpnn.com, JAKARTA - Melimpahnya produksi gas dari FPU (unit produksi terapung) Jangkrik (Lapangan Jangkrik) yang dapat memenuhi kebutuhan domestik membuat Indonesia diprediksi tak akan mengimpor gas alam cair (LNG) pada 2019.

’’Yang di Jangkrik ini maju, kan. Ternyata bagus. Yang tadinya didesain 400–450 MMSCFD, pas dites, ternyata bisa sampai 600 MMSCFD. Jadi, kemungkinan besar 2019 nggak perlu impor,’’ ujar Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) IGN Wiratmaja Puja, Rabu (11/7)..

BACA JUGA: Jonan Desak Inpex Percepat Pengembangan Blok Masela

Namun, ucap dia, penghentian impor itu bisa terjadi jika tidak seluruh permintaan LNG yang sudah memiliki komitmen (commited demand) berubah menjadi permintaan terkontrak (contracted demand).

Sebelumnya, rencana impor gas muncul karena ada perkiraan produksi gas nasional yang lebih rendah dari konsumsi.

BACA JUGA: Please, Jangan Remehkan Kemampuan Pertamina soal Migas

Namun, seiring dengan membaiknya performa Lapangan Jangkrik yang dikelola Eni Muara Bakau BV tersebut, rencana impor pada 2019 urung terjadi.

Ditambah lagi, proyek kilang Tangguh Train 3 juga mulai beroperasi pada 2020 yang diprediksi menambah pasokan hingga 3,8 MTPA (million ton per annual).

BACA JUGA: Pemerintah Punya Banyak Proyek Jumbo untuk Jepang

Wirat menuturkan, kebutuhan domestik akan aman sepenuhnya pada 2026. Yakni, ketika Lapangan Abadi di Blok Masela mulai on stream.

Produksi dari Masela direncanakan mencapai 9,5 MTPA plus 150 MMSCFD. ’’Kami harap Masela 2025–2027. Begitu Masela masuk, naik lagi,’’ jelasnya.

Deputi Pengendalian dan Pengadaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas) Djoko Siswanto mengungkapkan, produksi gas dari Lapangan Jangkrik akan naik secara bertahap. Saat ini produksinya sudah menjadi 500 MMSCFD.

FPU Jangkrik merupakan fasilitas migas berbentuk kapal yang dirancang untuk memiliki pengolahan gas dan kapasitas hingga 450 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).

Sementara itu, pengolahan kondensat sebesar 4.100 barel kondensat per hari (BPCD).

Sepuluh sumur produksi gas bawah laut yang telah dikompresi dan siap diproduksikan akan dihubungkan dengan FPU yang mengolah dan menyalurkan gas dengan menggunakan pipa bawah laut sepanjang 79 km.

Selanjutnya, pipa itu dihubungkan ke darat. Yakni, ke dalam jaringan produsen gas Kalimantan Timur dan pada akhirnya kepada pemakai dalam negeri di Kalimantan Timur dan kilang LNG Bontang.

FPU Jangkrik juga berfungsi sebagai penyulingan dan menstabilkan kondensat serta menyalurkannya ke darat melalui jaringan distribusi setempat dan berakhir di kilang kondensat Senipah.

Penemuan gas pertama adalah pada 2009 di garis sumur Jangkrik-1. Di blok yang sama, pada sekitar 20 km di sebelah Timur Laut Lapangan Jangkrik, ditemukan Lapangan Jangkrik North East pada 2011.

Rencana pengembangan Lapangan Jangkrik disetujui pada 2011, sedangkan Jangkrik North East pada 2013.

Blok Muara Bakau dikelola ENI Muara Bakau BV sejak 2002 dengan kepemilikan saham sebanyak 55 persen.

Mitranya adalah Engie E&P sebesar 33,3 persen serta PT Saka Energi Muara Bakau sebesar 11,7 persen. (dee/c20/sof)


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler