Dalam tiga dekade terakhir, produksi susu di Australia terus menurun. Kontribusi Australia dalam perdagangan susu global-pun ikut merosot. Peternak Australia mengatakan, jika kondisi itu tak ditangani dengan baik, masyarakat bisa kehilangan produk susu dari Australia. Poin utama:⢠Pada tahun 1980, ada 22.000 peternakan sapi perah di Australia dan saat ini hnya ada kurang dari 6.000 peternakan
⢠Kombinasi dari harga pakan ternak yang meroket dan biaya air, harga susu yang tidak konsisten dan kondisi kekeringan telah memberi tekanan pada peternak di seluruh Australia.
⢠Australia menjadi pemasok produk susu terbesar keempat di Indonesia.
BACA JUGA: Aturan Baru Dana Pensiun Australia yang Perlu Diketahui Warga Indonesia
Pada tahun 1980, terdapat 22.000 peternakan sapi perah di Australia. Namun kini, hanya ada kurang dari 6.000 peternakan di negara itu.
Kontribusi Australia dalam perdagangan susu global juga telah turun dari 16 persen pada 1990-an menjadi hanya 6 persen tahun lalu.
BACA JUGA: Cara Warga Indonesia Memaksimalkan Pengembalian Pajak di Australia
Produksi susu negara ini diperkirakan turun hingga 9 persen tahun ini.
Penurunan dalam produksi susu itu disebabkan atas penutupan pabrik susu raksasa, Fonterra, di wilayah Dennington, barat daya negara bagian Victoria.
BACA JUGA: Situs Wisata Uluru Terancam Sepi Pengunjung Pasca Penutupan Pendakian
Sebagai akibatnya, Damien Noonan adalah satu dari seratus pekerja yang akan kehilangan pekerjaan pada bulan November.
"Kakek saya bekerja di sana pada tahun 40-an, kemudian ayah saya bekerja di sana dan ibu saya bekerja di sana selama beberapa bulan," katanya.
"Kemudian saudara lelaki saya di tahun 80-an dan saudara lelaki lainnya di tahun 90-an, dan saya tak lama setelah itu, dan itu pada dasarnya hanya diturunkan dari generasi ke generasi."
"Dan itu telah menjadi tradisi kami dan ini adalah akhir dari sebuah era. Itu sangat menyedihkan." Photo: Jason Smith dulunya selalu menyemangati anak-anaknya untuk menjadi peternak sapi perah. Tapi kini tak begitu lagi.
Pada usia 52, Noonan khawatir tentang prospek pekerjaannya di masa depan dan dampak dari penutupan peternakan itu di kotanya.
"Ini benar-benar mengubah sebuah kota menjadi kota hantu karena itu semacam sumber kehidupan," katanya.
"Pada dasarnya ini menghilangkan salah satu fokus utama kota, jadi saya tak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Semuanya agak mengkhawatirkan."
Dalam sebuah pernyataan, Fonterra mengatakan bahwa pabrik Dennington telah menua, kurang dimanfaatkan dan tidak memenuhi kebutuhan pelanggan.
"Kenyataan yang disayangkan adalah, situs itu tak layak berada di lingkungan produksi susu yang rendah, dan kami perlu menghilangkan kelebihan kapasitas," sebut pernyataan itu.
Perusahaan mengatakan mereka telah mempertimbangkan semua opsi untuk situs tersebut, termasuk penjualan.
"Namun, tanpa minat tulus pada situs itu secara keseluruhan, opsi yang paling bertanggung jawab adalah menutupnya."
Di sisi lain, kombinasi dari harga pakan ternak yang meroket dan biaya air, harga susu yang tidak konsisten dan kondisi kekeringan telah memberi tekanan pada peternak di seluruh Australia. Photo: Produksi susu diperkirakan turun hingga 9 persen tahun ini. (ABC News: Lauren Day)
Bahkan mereka yang menikmati curah hujan yang baik dan padang rumput hijau merasakan tekanan kekeringan di tempat lain karena kondisi itu mendorong tingginya biaya pakan ternak di mana-mana.
Untuk menjawab tantangan merosotnya produksi susu di Australia dan pasokannya terhadap pasar global, mantan Menteri Utama negara bagian Victoria, John Brumby, telah ditugaskan untuk menyusun rencana dalam lembaga bernama Dairy Plan.
Lembaga itu mengadakan lokakarya dengan para peternak di seluruh Australia untuk mencari jalan keluar dan upaya untuk menyuarakan hal itu secara kompak kepada Pemerintah.
Brumby mengatakan, warga Australia perlu membicarakan soal produk susu.
"Tak ada industri pedalaman yang memiliki dampak di Australia seperti seperti produk susu," katanya.
"Ini adalah 40.000 pekerjaan langsung, 100.000 pekerjaan tak langsung. Tanpa produk susu, kita tak akan memiliki ekonomi pedalaman yang makmur."
Ia mengatakan, jawaban yang kompleks diperlukan untuk masalah kompleks yang dihadapi industri ini.
"Tidak ada jawaban sakti, tak ada ramuan ajaib yang tiba-tiba akan memperbaiki industri ini."
"Dibutuhkan rencana yang komprehensif untuk membawa industri ini maju. Tapi, alternatif untuk ekonomi pedalaman kita dan untuk Australia tak layak untuk direnungkan."
Namun penunjukan Brumby tak disambut baik semua pihak.
Lyndy Morris, seorang peternak sapi perah yang juga bekerja untuk badan amal peternakan Aussie Helpers, memberi tahu bahwa banyak peternak kurang percaya kepada Brumby.
"Saya rasa ia bukan pria yang tepat untuk pekerjaan itu. Saya harap ia mengejutkan saya," katanya. Photo: Damien Noonan khawatir tentang prospek pekerjaannya dan masa depan Dennington. (ABC News: Lauren Day)
Morris mengatakan banyak peternak juga khawatir tentang lembaga Dairy Plan karena sebagian didanai oleh Dairy Australia.
Badan riset dan pemasaran tersebut, baru-baru ini, menjadi sorotan karena membayar bonus lebih dari $ 300.000 (atau setara Rp 3 miliar) kepada direktur pelaksana mereka yang mundur dan membeli mesin kopi seharga $ 10.000 (atau setara Rp 100 juta) di kantor pusatnya di Melbourne, sementara para peternak menghadapi tekanan keuangan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
"Saya pikir kami telah dikecewakan oleh badan puncak kami," kata Morris.
"Setiap bulan Anda harus membayar retribusi [kepada Dairy Australia], Anda tak punya pilihan, dan jika mereka pergi dan mengunjungi 50 persen peternakan yang membayar tagihan mereka, saya pikir mereka akan memiliki gambaran yang sangat berbeda tentang apa sedang terjadi di lapangan. "
Dalam pernyataannya kepada ABC, Dairy Australia membantah klaim itu.
"Pada tahun lalu, Kami sangat aktif dan merespon dengan layanan baru yang signifikan bagi peternak," sebut pernyataan itu.
"Ini termasuk mengangkat profil pelaporan harga pakan ternak dan dukungan peternakan yang disediakan melalui Program Pengembangan Regional kami."
Badan riset dan pemasaran itu juga menunjukkan beberapa tanda positif untuk produk susu dalam laporan 'Situation and Outlook' terbaru mereka, termasuk kenaikan 3,2 persen dalam permintaan susu global dan konsumsi susu domestik yang kuat.
Seorang juru bicara Dairy Australia juga mengatakan mesin kopi mahal itu disarankan oleh staf untuk lebih merangsang kolaborasi di seluruh organisasi. Photo: Lyndy Morris tak berpikir John Brumby adalah orang yang tepat untuk mengepalai lembaga Dairy Plan. (ABC News: Lauren Day)
Bisa tak lagi minum susu Australia
Terkait munculnya lembaga Dairy Plan untuk mengatasi produksi susu yang makin merosot, tak semua peternak Australia pesimis terhadap lembaga Dairy Plan.
Peternak bernama John Smith memiliki pikiran terbuka tentang lembaga itu karena ia percaya ada sesuatu yang harus diubah untuk menyelamatkan industri di Australia.
"Kami membutuhkan harga yang adil agar produk kami terus ada, kami membutuhkan Pemerintah untuk membantu lebih lanjut potensi ekspor kami ke Asia dan negara-negara lain," katanya.
"Kami juga benar-benar membutuhkan masyarakat umum untuk menghargai produk kami dan membayar harga yang adil untuk kerja keras yang kami lakukan."
Ia mengatakan jika tidak ada yang berubah, tidak akan ada industri susu yang tersisa dalam beberapa tahun mendatang.
"Jika Anda melihat data kerugian keluarga dari industri kami dalam 18 bulan terakhir dan 12 bulan mendatang, Anda tak akan pernah melihat eksodus peternak sapi perah seperti itu," katanya.
"Jika sesuatu tak dilakukan sekarang, Anda tak akan minum susu Australia, bisa benar-benar begitu."
Menariknya, meski kontribusi susu Australia di pasar global terus merosot, negara ini masih menjadi pemasok produk susu terbesar keempat di Indonesia.
Menurut laporan Sofia Omstedt dari Dairy Australia yang diterbitkan Februari lalu, ekspor Australia ke pasar negara tetangganya itu telah tumbuh hampir 20 persen dalam lima tahun terakhir.
Dari jumlah itu, susu bubuk tanpa lemak berkontribusi sekitar 65 sampai 70 persen dari ekspor Australia ke Indonesia. Photo: Jason Smith mengatakan jika tak ada perubahan, tak akan ada industri susu yang tersisa. (ABC News: Lauren Day)
Selama lima tahun terakhir, sebut laporan itu, ekspor bubuk protein whey dalam susu dan ekspor keju ke Indonesia telah tumbuh secara signifikan, masing-masing naik 72 persen dan 31 persen.
Dalam lima tahun terakhir pula, kata Omstedt, volume ekspor susu Australia dari semua eksportir susu besar di sana telah meningkat 7,8 persen.
Produk susu Australia yang ada di Indonesia sendiri dijual di supermarket dan digunakan sebagai bahan baku dalam produksi lokal.
Ikuti berita-berita lain di situs ABC Indonesia.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ponsel Akan Dilarang Di Seluruh Sekolah Negeri Di Victoria Mulai Tahun 2020