jpnn.com, JAKARTA - Produksi rokok di Indonesia sepanjang 2014-2018 turun 12 miliar batang. Hal itu mengakibatkan pendapatan negara terpangkas Rp 1,2 triliun per tahun.
Menurut Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Abdul Rochim, produksi rokok turun dari 344,52 miliar batang pada 2014 menjadi 332,38 miliar batang pada 2018.
BACA JUGA: Terus Tumbuh, Industri Manufaktur Semakin Kompetitif
Kelompok sigaret keretek tangan (SKT) yang menyerap paling banyak tenaga kerja pada sektor industri pengolahan tembakau anjlok 11,86 persen.
“Dampak dari penurunan SKT pasti penurunan tenaga kerja di industri tersebut,” ujarnya, Selasa (14/5).
BACA JUGA: Penggabungan Produksi SPM dan SKM Ancam Budi Daya Tembakau
BACA JUGA: Tak ada Kenaikan Cukai Rokok pada 2019, Sampoerna Apresiasi Langkah Pemerintah
Penurunan jumlah produksi rokok membuat pendapatan negara hilang Rp 4,8 triliun dalam empat tahun.
BACA JUGA: Grand Kartech Siap Sasar Pasar Ekspor
Nilai pemangkasan itu paling rendah karena mengacu ke tarif cukai terkecil, yakni Rp 100 per batang untuk kelompok SKT. Padahal, tarif cukai bisa mencapai Rp 625 per batang.
"Segmen lain ada yang turun dan ada yang naik produksinya," ujarnya.
Pengurangan produksi juga berdampak pada kesejahteraan pekerja.
Sebab, banyak buruh linting menggantungkan pendapatannya pada banyaknya jumlah rokok yang dilinting.
Semakin sedikit jumlah yang dilinting, maka kian kecil insentif yang diterima.
Menurut data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap oleh sektor industri rokok sebanyak 5,9 juta orang.
Jumlah itu terdiri dari 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi serta 1,7 juta pekerja di sektor perkebunan.
Selain dari aspek tenaga kerja, industri rokok telah meningkatkan nilai tambah bahan baku lokal dari hasil perkebunan seperti tembakau dan cengkih. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penghapusan Simplifikasi Cukai Hasil Tembakau Dinilai Sudah Tepat
Redaktur : Tim Redaksi