jpnn.com, JAKARTA - Kinerja industri manufaktur saat ini dinilai sudah semakin produktif dan kompetitif. Capaian positif ini terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS), yang menunjukkan produksi industri manufaktur besar dan sedang (IBS) pada kuartal I 2019 naik 4,45 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Di sisi lain, geliat industri manufaktur Indonesia juga terlihat dari capaian purchasing manager index (PMI) yang dirilis oleh Nikkei.
BACA JUGA: Menperin Yakin Indonesia Jadi Hub Manufaktur di Asia Tenggara
“Kalau kami lihat kondisi industri saat ini berdasarkan PMI, tingkat kepercayaan dari pelaku industri cukup tinggi. PMI indeks kita selalu di atas 50, kecuali pada Januari. Karena saat Januari kontrak baru dikasih,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangan resminya belum lama ini.
PMI manufaktur Indonesia pada April 2019 berada di angka 50,4. Peringkat di atas 50 menandakan sektor manufaktur tengah ekspansif.
BACA JUGA: Genjot Ekspor, Pemerintah Harus Pacu Daya Saing Manufaktur
“Ini juga menandakan, bahwa mereka melihat iklim usaha di Indonesia tetap kondusif dan telah mampu mengelola ekonomi melalui norma baru,” ujarnya.
Nikkei melaporkan, pada periode April 2019, ekspor naik untuk pertama kalinya dalam kurun waktu hampir satu setengah tahun, kemudian jumlah tenaga kerja juga terus naik.
BACA JUGA: Mengintip Kehebatan Robot Produksi ABB untuk Industri
Selanjutnya, sentimen bisnis masih bertahan positif. Dan, dari segi harga, tekanan biaya berkurang.
“Industri manufaktur merupakan tulang punggung bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu menjadi sektor andalan dalam memacu pemerataan terhadap pembangunan dan kesejahteraan masyarakat yang inklusif,” tutur Menperin.
Saat ini, industri manufaktur mampu memberikan kontribusi kepada Produk Domestik Bruto (PDB) nasional sebesar 20. Dari capaian 20 persen tersebut, Indonesia menempati peringkat kelima di antara negara G20.
Posisi Indonesia berada setelah Tiongkok, dengan sumbangsih industri manufakturnya mencapai 29,3 persen. Kemudian, disusul Korea Selatan (27,6%), Jepang (21%) dan Jerman (20,7%).
“Kalau dilihat rata-rata kontribusi manufaktur dunia saat ini sekitar 15,6 %. Jadi, sebenarnya kita sudah sejajar dengan Jerman,” paparnya.
Sementata, Direktur PT Grand Kartech Tbk (KRAH) Johanes Budi Kartika mengamini pertumbuhan industri manufaktur yang terus tumbuh.
Meski begitu, masih dibutuhkan keberpihakan lebih dari pemerintah melalui kebijakan yang mendukung industri manufaktur dalam negeri.
“Industri manufaktur disebut sebagai tulang punggung bagi pertumbuhan ekonomi. Tentunya dukungan iklim usaha yang kondusif menjadi prioritasnya,” paparnya.
Saat ini KRAH juga semakin bersemangat untuk menyasar dan mengembangkan pasar baru.
“Pertumbuhan ini membuat kami optimistis terhadap industri manufaktur,” tandas Johanes.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Grand Kartech Siap Sasar Pasar Ekspor
Redaktur & Reporter : Yessy