jpnn.com - JAKARTA – Produksi solar PT Pertamina menunjukkan catatan yang sangat bagus. Produksi berhasil melampaui kebutuhan di dalam negeri. Pencapaian itu tidak hanya akan mengurangi beban anggaran negara.
Namun juga meningkatkan nilai tambah dari pembelian minyak mentah (crude oil). “Yang jelas kita beli crude dan diolah di dalam negeri. Dengan demikian nilai tambahnya kita dapat. Jadi ada nilai tambah dengan pengolahan solar di dalam negeri,” kata Dirjen Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja di Jakarta.
BACA JUGA: Djakarta Lloyd Diminta Fokus Pasar Domestik
Pertamina mencatat total permintaan solar di dalam negeri pada 2014 mencapai 171,92 juta barel. Sebanyak 125,81 juta barel di antaranya dipenuhi dari produksi dalam negeri.
Sisanya sebanyak 33,92 juta barel atau 21 persen dipenuhi dari impor. Setahun kemudian, permintaan solar turun menjadi 148,37 juta barel dan 125,4 juta barel di antaranya dipenuhi dari produksi dalam negeri.
BACA JUGA: Dana Repatriasi Dikhawatirkan Picu Perang Bunga
Sisanya, sebanyak 11,6 juta barel atau 8 persen dipenuhi dari impor. Sejak akhir Mei 2016, Pertamina berhasil membukukan swasembada solar seiring dengan tambahan produksi dari pengoperasian Kilang Trans Pacific Petroleum Indotama (TPPI) di Tuban.
Kilang TPPI dapat mengolah sekitar 100 ribu barel per hari (bph) kondensat dan naphta. Dari pengolahan bahan baku dengan mogas mode akan diperoleh beberapa produk minyak, seperti elpiji, solar, fuel oil, premium, dan HOMC.
BACA JUGA: Pembiayaan BRI Syariah Tumbuh 11 Persen
TPPI dapat menghasilkan sekitar 61 ribu bph premium, sepuluh ribu bph HOMC, dan 11.500 bph solar. Selain tidak lagi mengimpor solar, Pertamina juga berhasil memangkas impor premium hingga sebelas persen pada Mei 2016.
Itu seiring pengoperasian Residual Fluid Catalytic Cracker (RFCC) Cilacap dan Kilang TPPI. Pada 2023, Pertamina memproyeksikan bisa melakukan swasembada BBM. (lum/jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bappebti Bakal Luncurkan Pasar Lelang Online
Redaktur : Tim Redaksi