Produktivitas JICT & TPK Koja Rendah, Koperasi Tekor Rp6,3 M

Selasa, 27 Februari 2018 – 16:24 WIB
Kantor Jakarta International Container Terminal (JICT) di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Foto: Dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Koperasi Karya Sejahtera Tenaga Kerja Bongkar Muat (KSTKBM) Pelabuhan Tanjung Priok menderita kerugian Rp 6,3 miliar sepanjang 2017.

Hal ini akibat produktivitas bongkar muat yang rendah di dua terminal petikemas yakni Jakarta International Container Terminal (JICT) dan TPK Koja.

BACA JUGA: Arus Barang di JICT Lambat, Pelayaran Harus Dapat Kompensasi

Pada 2017, produktivitas bongkar muat di kedua terminal jauh di bawah ketentuan Kementerian Perhubungan, yakni 27 boks kontainer/alat/jam untuk JICT dan 25 boks kontainer/alat/jam untuk TPK Koja.

Ketua Koperasi KSTKBM Tanjung Priok, H Suparman, menjelaskan, rendahnya pencapaian bongkar muat kontainer itu membuat Koperasi KSTKBM harus rela menerima pembayaran jasa bongkar muat yang jauh di bawah biaya upah yang harus dibayarkan kepada pekerja TKBM.

BACA JUGA: Menhub: Tanjung Priok Harus jadi Pelabuhan Percontohan

Untuk menutupi kekurangan upah, Koperasi KSTKBM terpaksa menggunakan dana yang dipersiapkan untuk tunjangan hari raya (THR) sebanyak 2.400 buruh TKBM serta dana asuransi pekerja 2017.

Akibatnya, 2.400 TKBM Tanjung Priok terancam tidak mendapat THR tahun ini.

BACA JUGA: Pecah Rekor, Arus Petikemas di TPK Koja Tembus 1 Juta Teus

Dia juga menyayangkan pihak Otoritas Pelabuhan yang tidak sigap dalam mencermati anjloknya produktivitas bongkar muat tersebut. Padahal, rendahnya produktivitas bongkar muat tersebut sangat mempengaruhi pencapaian dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok.

"Dwelling time itu ditentukan kecepatan bongkar muat. Kami punya data, ada kapal yang harusnya dilayani 2 hari tapi baru selesai 4 hingga 5 hari," ujar Suparman.

Menurutnya, Presiden Jokowi harus turun tangan mengevaluasi kinerja otoritas pelabuhan maupun manajemen Pelindo II khususnya di Tanjung Priok. Sayang sekali jika pelabuhan terbesar yang menjadi gerbang ekonomi nasional dikelola amatiran.

Seperti diketahui, sejak awal 2017, JICT dan TPK Koja memberlakukan sistem baru pembayaran jasa bongkar muat berdasarkan jumlah box kontainer. Koperasi KSTKBM menerima sistem baru tersebut megacu pada asumsi produktivitas bongkar muat di kedua terminal sesuai dengan standar yang ditetapkan Kementerian Perhubungan.

Namun kenyataannya, sepanjang 2017, pencapaian produktivitas alat bongkar muat di kedua terminal jauh dari standar tersebut. Bahkan pernah terjadi produktivitas alat hanya 15 boks/jam.

"Sebagai pengelola TKBM, kami sudah mau mengubah aturan pembayaran upah dari pihak terminal menjadi sistem borong. Namun kami kecewa karena ternyata produktivitas bongkar muat jauh dari standar yang sudah ditetapkan pemerintah," tukasnya.

Menurutnya, pihak Koperasi KSTKBM sudah menyampaikan kerugian yang diderita koperasi tersebut kepada Otoritas Pelabuhan maupun manajemen kedua terminal. Koperasi KSTKBM pun sudah mengajukan dana kompensasi atas kerugian tersebut kepada JICT dan TPK Koja. Namun hingga saat ini belum direspon dengan baik.

Jika permintaan tersebut tetap tidak direspon, dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan rapat akbar dengan seluruh TKBM untuk menyikapi kasus tersebut.

"Banyak TKBM yang mendesak melakukan mogok kerja. Tapi kita tahan. Jika sampai Maret tidak ada respon, apa boleh buat kita ikuti kemauan mogok kerja TKBM di seluruh kawasan Pelabuhan Tanjung Priok," kata dia.

"Intinya semua pihak di pelabuhan harus paham mengenai kondisi TKBM yang sebenarnya," imbuh nya.(chi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... TPK Koja Prioritaskan Digitalisasi & Otomatisasi Layanan


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler