Produsen Tahu dan Tempe di Jember Mogok Masal

Rabu, 11 September 2013 – 17:47 WIB

jpnn.com - JEMBER - Meski harga kedelai melambung tinggi, para petani kedelai di Jember tidak ikut menikmati kenaikan tersebut. Harga panen mereka tetap murah. Karena itu, petani mendesak pemerintah untuk segera menaikkan harga pokok pemerintah (HPP) kedelai.

"Harga kedelai sangat tinggi. Tapi, kami dan para anggota tidak pernah menikmati. Sekarang tetap saja kedelai kami dibeli dengan harga murah," kata Edy Suryanto, ketua Asosiasi Tanaman Pangan Jember.

BACA JUGA: Harga Garam Anjlok, Mengadu ke DPRD

Dia mengaku tidak tahu penyebab mahalnya harga kedelai di pasaran. Bahkan, saat ini harga kedelai di pasaran mencapai Rp 12.000 per kg. Padahal, harga kedelai di tingkat petani tidak lebih dari Rp 7.500 per kg.

"Harga itu akan turun ketika panen raya tiba. Namun, meski panen raya, harga kedelai akan tetap tinggi," ujar pria yang juga petani kedelai di Wuluhan tersebut.

BACA JUGA: Efek Kasus Dul, 100 Pelajar Kena Tilang

Kondisi itu, tampaknya, juga dialami petani kedelai di Desa Sukorejo, Kecamatan Bangsalsari. Para petani di desa tersebut hanya bisa mengeluh dengan kenyataan yang ada. Sebab, kedelai mereka dihargai murah. Hal itu terjadi lantaran terlalu rendahnya HPP yang diberikan pemerintah.

"Demi Tuhan kedelai saya dihargai Rp 7.200 per kg. Alasannya, HPP pemerintah hanya Rp 7.000 per kg. Ada selisih Rp 200 katanya sudah tinggi," kata Gatot, petani asal Bangsalsari, kemarin.

BACA JUGA: Gerebek Penampungan, Temukan 20 TKI Ilegal

Petani pun tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab, kemana pun mereka menjual kedelai, harganya tetap tidak jauh berbeda. "Mau dijual ke mana, wong harganya sama saja sekitar itu," tambahnya.

Keterpaksaan bukan hanya di tingkat harga, namun juga tidak ada pilihan. Para petani sudah tahu bahwa menanam kedelai tidak untung. Tetapi, mereka tetap menanam kedelai karena memang lahan para petani tersebut tidak bisa ditanami yang lain.

"Kalau bisa ditanamai tanaman lain, saya akan tanam. Kalau lahan di sini bisa ditanami jagung, misalnya. Kami bersama kelompok tani akan menanam jagung yang hasilnya lebih banyak," ungkap Gatot yang juga ketua kelompok tani di Desa Sukorejo, Bangsalsari.

Saat ini ada lebih dari 2.000 hektare tanaman kedelai di kelompok tani yang dipimpin. Usianya sudah sebulan tanam. Panennya tinggal dua bulan lagi. Para petani pun siap menerima kerugian dengan harga murah.

Gatot menyatakan, penanaman kedelai itu membutuhkan biaya yang sangat tinggi. Yakni, dibutuhkan modal Rp 12.225.000 untuk setiap hektar. Itu terdiri atas sewa lahan yang lengkap dengan pengolahan. Selain itu, ada pupuk, pestisida, tenaga kerja, serta biaya panen. "Biaya yang harus kami tanggung untuk tanam kedelai sangat besar," paparnya.

Jika dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan, keuntungan bersih para petani sangat kecil. Yakni, Rp 14 juta dikurangi Rp 12,2 juta. Hasilnya, petani hanya untung Rp 1.775.000 untuk setiap hektare. "Jika dibagi tiga bulan masa tanam, petani hanya mengantongi uang Rp 500 ribuan. Itu sangat kecil," katanya.

Di sisi lain, keberadaan tahu-tempe di Pasar Tanjung Anyar, Kota Mojokerto, dipastikan kosong hari ini (11/9). Sebab, hampir seluruh produsen tempe di Mojokerto mengadakan aksi mogok produksi. Aksi tersebut merupakan bentuk protes terhadap harga kedelai yang mahal.

Pengurus Koperasi Tahu-Tempe (Kopti) Mojokerto Kusfar Harianto menyatakan, aksi mogok masal itu dilakukan sebagai reaksi produsen tahu-tempe atas mahalnya kedelai. "Kita sudah berulang-ulang melayangkan protes ke pemerintah. Tapi, tak pernah digubris," kata produsen tempe asal Pulorejo Wetan, Prajurit Kulon, Kota Mojokerto, itu. (rid/hdi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dada Kasatreskrim Tertembak


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler