Prof Dorodjatun: Beruntung Pangan tidak Bermasalah, Kalau jadi Soal Mati Sudah Kita

Rabu, 24 Februari 2021 – 14:22 WIB
Petani membajak sawah menggunakan traktor di daerah Kampung Sawah, Ciomas, Bogor, Sabtu (18/7). Pemerintah dorong produksi pertanian untuk menghadapi masa krisis selanjutnya setelah wabah pandemi corona ini berakhir. Foto : Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Dewan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Profesor Dorodjatun Kuntjoro Jakti meminta semua elemen bangsa menjaga dan merawat ketersediaan pangan nasional yang sejauh ini masih dalam kondisi baik.

Menurutnya, kebutuhan pangan mutlak dipenuhi secara berkelanjutan karena makanan adalah sumber utama dari berbagai kehidupan. "Beruntung di tengah pandemi seperti saat ini food tidak jadi soal. Kalau jadi soal mati sudah kita," kata Dorodjatun.

BACA JUGA: Petani Food Estate: Kami Betul-betul Dikawal Teman-teman dari Kementan

Hal itu ditegaskan Dorodjatun dalam sesi diskusi “Menakar Kekuatan Sektor Pertanian Sebagai Penopang Ekonomi Nasional” yang digelar Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) melalui virtual zoom, Selasa (23/2).

Dorodjatun mengatakan pertanian sejauh ini jadi sektor alternatif dalam memenuhi kebutuhan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia yang terkena dampak langsung pandemi Covid 19 berkepanjangan.

BACA JUGA: Dramatis, He Melawan Bripka Andi dan Briptu Wisnu, Polisi Keluarkan Pistol

"Sangat terlihat jelas bahwa sektor pangan di tengah pandemi jalan terus, di Indonesia saja kalau terjadi krisis ekonomi masyarakat pasti pulang kampung dan bertanam,” jelasnya.

Dia berpendapat bahwa perekonomian dunia di masa pandemi Covid-19 ini negatif semua, tetapi pertanian masih positif.

BACA JUGA: Bu Risma Lelang Rolls-Royce dan Mercedes-Benz demi Bantu Korban Bencana

“Sebab kalau kita bicara perut, kita tidak bisa makan janji, makan visi, makan misi, makan strategi dan makan yang lain-lain. Yang kita makan hanya pangan," katanya.

Anggota Komisi IV DPR RI Endang S Tohari menyayangkan kebijakan pemerintah yang memangkas anggaran Kementerian Pertanian (Kementan) hingga mencapai Rp 6 triliun.

Menurut Endang, kebijakan tersebut membuktikan bahwa political will negara tidak menjadikan pertanian sebagai sektor prioritas.

"Ini menunjukkan political will terhadap pertanian tidak menjadi prioritas,” tegasnya.

Dia menegaskan bahwa pihaknya ke depan akan memperjuangkan political will yang berpihak pada sektor.

“Sebab bangsa yang kuat adalah bangsa yang berdaulat terhadap pangan. Pangan adalah soal mati hidupnya sebuah bngsa," katanya.

Sebelumnya, peneliti senior pada LPEM FEB UI Riyanto menemukan adanya kekuatan besar sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi nasional melalui berbagai industri manufaktur.


"Ini hasil temuan penelitian kami di mana setiap 1 persen pertumbuhan sektor pertanian, ada 1,36 persen industri yang tumbuh secara masif. Jadi saya kira hubungan antara pertanian dan perekonomian lebih kuat dibanding hubunganya dengan sektor industri," katanya.

Riyanto mengatakan pertanian dan agroindustri memiliki potensi besar untuk menjadi mesin penggerak dalam mendorong transformasi struktural yang selama ini belum tuntas.

Keduanya diperkirakan akan menjadi motor penggerak dalam perbaikan dan pertumbuhan ekonomi nasional.

"Sektor pertanian itu selalu jadi bahan baku industri. Makanya hulu ke hilir memiliki dampak positif,” katanya.

Jadi, Riyanto menegaskan, subsektor manufaktur yang mesti didorong adalah sektor pertanian.

“Kenapa? Karena bahan bakunya pasti menggunakan bahan pertanian bahkan mencapai 24 persen," pungkasnya. (*/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler