jpnn.com, JAKARTA - Pakar politik Ikrar Nusa Bhakti menyatakan saat ini ada gerakan pihak-pihak tertentu yang berupaya melakukan brainwashing atau mencuci otak publik, terutama anak muda, dengan tujuan membuat masyarakat tidak mempersoalkan praktik politik dinasti yang akhir-akhir ini menjadi sorotan.
Profesor peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu menduga tindakan cuci otak tersebut dilakukan setelah putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, menjadi bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
BACA JUGA: Cegah Politik Dinasti, Prof Ikrar Ingatkan Presiden Jokowi Segera Sadar Diri
Ikrar menyatakan hal itu saat menjadi pembicara diskusi bertema Menyelamatkan Demokrasi dari Cengkeraman Oligarki dan Dinasti Politik di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (14/11/2023).
"Mereka mengatakan seakan-akan dinasti politik itu suatu yang wajar, ya, dan menjadikan Gibran menjadi calon wakil presiden itu,” ujar Ikrar.
BACA JUGA: Tiada Pihak Berani Suarakan Pemakzulan Terhadap Jokowi, Refly Harun Sampai Heran
Diskusi itu juga menghadirkan sejumlah pembicara terkemuka, antara lain, rohaniwan Romo Magnis Suseno, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar, YouTuber yang juga ahli hukum tata negara Refly Harun, dan pegiat hak-hak konstitusi Bivitri Susanti.
Menurut Ikrar, pihak yang berupaya mencuci otak publik itu mengusung narasi tentang siapa pun yang menentang pencalonan Gibran berarti tidak mendukung regenerasi di politik.
BACA JUGA: Guru Besar IPB Menganggap Jokowi Layak Disebut Sebagai King of Big Liar
"Berarti anda tidak pro dengan anak muda. Konsep itulah yang di-brainwash," kata Ikrar.
Mantan Ambasador RI untuk Tunisia itu menegaskan dirinya tidak menolak tampilnya anak muda sebagai pemimpin nasional.
Namun, Ikrar mempersoalkan sosok anak muda yang diusung itu ternyata hasil politik dinasti yang menghalalkan berbagai cara dalam berpolitik, termasuk menabrak konstitusi.
"Bukan soal si calon presiden dan wakil presiden, tetapi the way atau cara untuk menjadikan anaknya itu sebagai cawapres. Itulah yang kami tentang habis-habisan," ujar Ikrar.
Peraih gelar Ph.D. bidang sejarah politik dari School of Modern Asian Studies, Griffith University Brisbane, Australia, itu menyebut pelanggengan politik dinasti tidak hanya menabrak hukum, tetapi juga mencederai merit system (sistem manajemen sumber daya manusia berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja) yang telah dibangun dalam partai politik.
“Anak muda, masuk partai hari ini, dua hari kemudian menjadi ketua umum, itu kalau bukan anak presiden enggak bisa," ujarnya.(ast/jpnn.com)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gibran Jadi Calon RI 2, Aria Bima PDIP Sebut Jokowi Kena Toxic Relationship Orba
Redaktur : Antoni
Reporter : Aristo Setiawan